Jakarta, aktual.com — Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa operasi tangkap tangan (OTT) terhadap jaksa tidak lagi memerlukan izin dari Jaksa Agung. Ketentuan ini diputuskan setelah MK mengabulkan sebagian uji materiil terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Dalam amar putusan Nomor Perkara 15/PUU-XXIII/2025, majelis hakim menyatakan Pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai memuat pengecualian tertentu.
“Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap Jaksa hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung, kecuali dalam hal tertangkap tangan melakukan tindak pidana atau berdasarkan bukti permulaan yang cukup disangka melakukan tindak pidana berat,” demikian bunyi amar putusan MK, sebagaimana dikutip dari laman resmi mkri.go.id, Jumat (17/10/2025).
Majelis Konstitusi menjelaskan, pengecualian tersebut berlaku bagi jaksa yang tertangkap tangan melakukan tindak pidana, atau diduga kuat melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati, tindak pidana terhadap keamanan negara, maupun tindak pidana khusus seperti korupsi.
Sebelum adanya putusan ini, seluruh proses penangkapan terhadap jaksa, termasuk OTT, wajib mendapatkan izin dari Jaksa Agung tanpa kecuali. Dengan putusan MK tersebut, lembaga penegak hukum seperti KPK, Polri, maupun Bareskrim Kejaksaan dapat melakukan penindakan langsung dalam kondisi tertentu.
Putusan ini dinilai memperkuat prinsip independensi penegakan hukum dan menghilangkan potensi impunitas di tubuh kejaksaan.
Selain Pasal 8 ayat (5), MK juga mengabulkan sebagian permohonan terkait Pasal 35 ayat (1) huruf e UU Kejaksaan yang mengatur kewenangan Jaksa Agung memberikan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung (MA) dalam pemeriksaan perkara kasasi.
Dengan demikian, putusan MK ini menjadi landasan baru bagi aparat penegak hukum untuk menindak tegas jaksa yang terlibat tindak pidana, terutama dalam kasus korupsi, tanpa harus menunggu izin atasan.

















