Jakarta, aktual.com – Ketua Umum Pimpinan Pusat Pagar Nusa, Muchamad Nabil Haroen atau akrab disapa Gus Nabil, menggetarkan semangat kebangsaan dalam Aksi Bela Kiai yang digelar di depan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Selasa (21/10).
Dalam orasinya, Gus Nabil mengutip amanat Trisakti Bung Karno, menegaskan bahwa perjuangan hari ini bukan sekadar memprotes tayangan televisi yang menghina kiai dan pesantren, melainkan pertarungan menegakkan jati diri bangsa.
“Perjuangan kita hari ini bukan sekadar menolak tayangan yang menghina agama, tetapi menegakkan amanat sejarah bangsa. Bung Karno telah berpesan melalui Trisakti: berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan,” tegasnya disambut pekik takbir ribuan peserta aksi.
Gus Nabil kemudian menggugat posisi negara di tengah dominasi korporasi media yang dinilai semakin jauh dari nilai-nilai Pancasila.
“kami bertanya—di mana kedaulatan politik negara jika frekuensi publik dikendalikan korporasi? Di mana kemandirian ekonomi jika agama dijadikan komoditas rating? Dan di mana kepribadian kebudayaan kita jika kiai dan pesantren—penjaga ruh bangsa—dijadikan bahan olok-olok?” ujarnya lantang.
Aksi yang diikuti sekitar 1.500 peserta ini berubah menjadi panggung ideologis kebangsaan, menggeser isu penyiaran menjadi seruan moral nasional.
Pagar Nusa menilai pelanggaran yang dilakukan Trans7 bukan sekadar kesalahan satu program, tetapi cerminan liberalisasi ruang siar yang melampaui batas moral Pancasila.
“Hari ini kita berdiri untuk menegakkan Trisakti, meneguhkan jati diri Indonesia, dan memastikan bahwa ruang digital republik ini tunduk pada nilai luhur bangsa, bukan pada nafsu pasar yang membutakan nurani,” seru Gus Nabil.
Dalam tuntutannya, Pagar Nusa mendesak Komdigi mencabut hak siar Trans7 secara menyeluruh, bukan sekadar memberi teguran administratif.
Gus Nabil menegaskan bahwa frekuensi siar adalah milik rakyat, bukan milik korporasi.
“Jika frekuensi publik hanya menjadi alat untuk menjual sensasi dan menistakan agama, maka negara sedang kehilangan kedaulatannya,” ujarnya menohok.
Menurut Pagar Nusa, kebebasan pers tidak boleh dijadikan tameng untuk menghina ajaran agama dan kiai. Dengan mengangkat kembali Trisakti Bung Karno, Gus Nabil mengingatkan bahwa Indonesia memiliki fondasi ideologis yang tak bisa ditawar.
Sejumlah analis politik menilai, aksi ini bukan sekadar protes, melainkan konsolidasi moral rakyat terhadap negara agar kembali pada jalur sejarah dan nilai-nilai Pancasila.
Aksi Bela Kiai berakhir pukul 17.18 WIB dengan tertib. Namun gema pesannya terus menggema di ruang publik.
“Jika negara berdaulat, cabut hak siar Trans7. Jika negara ingin dihormati, tegakkan Trisakti. Bela kiai bukan sekadar semboyan, ini adalah panggilan sejarah,” tutup Gus Nabil dengan lantang.

















