Jakarta, aktual.com — Kepala Perencanaan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Tubagus Soleh Ahmad, menilai bahwa arah kebijakan pemerintahan Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming Raka selama satu tahun terakhir menunjukkan kesalahan fundamental dalam memahami persoalan lingkungan hidup di Indonesia. Hal itu ia sampaikan dalam forum diskusi bertajuk “Evaluasi Setahun Prabowo-Gibran: Menakar Kebijakan Ekonomi, Hukum, Politik, dan Lingkungan” yang diselenggarakan oleh aktual.com, Sabtu (25/10).
“Pemerintahan ini dalam satu tahun dalam langkah-langkah dan kebijakan politik sangat dilatarbelakangi oleh pembacaan lingkungan hidup yang sangat salah,” kata Tubagus Soleh Ahmad.
Ia menegaskan bahwa kebijakan yang dijalankan pemerintah justru bertolak belakang dengan kebutuhan publik yang tengah berjuang keluar dari krisis lingkungan hidup.
“Kenapa? Karena apa yang dialami publik sangat paradoks dan berbalik. Saat publik dan rakyat ingin keluar dan selamat dari krisis lingkungan hidup, justru pemerintah melakukan langkah-langkah yang melaksanakan anti terhadap keselamatan rakyat,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Tubagus menjelaskan bahwa tanda-tanda negara gagal mulai terlihat dari arah kebijakan ekonomi dan politik yang bersifat eksploitatif dan destruktif.
“Kalau kita melihat ada dua hal prasyarat negara itu akan gagal. Dua hal sudah dilakukan pertama yaitu kebijakan ekonomi yang ekstraktif dan destruktif. Syarat pertama negara gagal itu model ekonomi politiknya ekstraktif dan destruktif. Kedua, di mana-mana arah otoritarian itu dua kuncinya, model ekonomi deflimentalis politiknya nasionalisme yang sempit, ini keduanya sudah dilakukan,” katanya.
Menurutnya, kecenderungan menuju pemerintahan otoritarian juga tampak dari pembangunan program-program bersifat korporatis yang justru menjauhkan rakyat dari akses terhadap sumber pangan.
“Mengapa kita akan mengarah ke otoritarian, otoritarian itu pemerintah akan membangun program-program yang sifatnya korporatis, misalnya MBG. Kalau memang pemerintah betul ingin menjadikan serius dalam kedaulatan pangan, maka seharusnya pemerintah menjauhi program-program yang akses rakyat terhadap pangan,” ungkapnya.
Tubagus menegaskan bahwa negara memiliki tanggung jawab langsung dalam menjamin kedaulatan pangan rakyat, bukan dengan menyerahkannya kepada korporasi besar.
“Negara itu bertanggung jawab memberikan pangan kepada rakyatnya apapun programnya. Kalau memang negara berkeinginan menjadikan rakyat itu berdaulat terhadap pangan, maka berikan rakyat itu akses terhadap kawasan hutan. Maka lakukanlah, distribusikan agraria kepada buruh tani, berikan nelayan itu akses terhadap pesisir dan lautnya,” tegasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain

















