Jakarta, Aktual.com — Kementerian Ekonomi Kreatif memperluas ruang ekonomi kreatif bagi penyandang disabilitas. Perluasan ini mencakup pendampingan keterampilan, akses pasar, hingga ruang tampil bagi penyandang disabilitas.
Wakil Menteri Ekonomi Kreatif, Irene Umar, menyebut ekonomi kreatif seharusnya menjadi ruang yang menerima semua orang, tanpa kecuali. Menurutnya, banyak talenta disabilitas yang selama ini justru tidak terlihat bukan karena kurang kemampuan, tetapi karena kurangnya akses untuk menunjukkan diri dan mengembangkan keterampilan.
“Kalau bicara ekonomi kreatif, kita bicara ruang yang memberi kesempatan. Dan kesempatan itu harus adil, harus merangkul yang selama ini berada di pinggir panggung,” ujar Irene, di Jakarta, Rabu (5/11/2025).
Ia menegaskan, pemberdayaan disabilitas bukan sesuatu yang bersifat simbolik atau sekadar representasi. Pemerintah ingin memastikan program yang dijalankan benar-benar menyentuh kebutuhan pelaku kreatif, misalnya melalui pelatihan terarah, pendampingan berkelanjutan, hingga jejaring dengan pelaku usaha.
Pendekatan yang digunakan pun tidak berdiri sendiri. Kemenekraf mendorong model kolaborasi hexahelix, menghubungkan pemerintah, akademisi, swasta, komunitas, media, dan lembaga keuangan dalam satu ekosistem yang saling menguatkan.
CEO Yayasan Layak Insan Mandiri, Karina Aprillia, menyampaikan, pihaknya akan membawa pengalaman mereka dalam memperluas ruang kreatif bagi talenta disabilitas melalui program pelatihan dan penyaluran bakat.
Pihaknya punya sejumlah inisiatif program, seperti Layak Official dan Layak Talent Agency, yang fokus membantu talenta disabilitas masuk ke industri fesyen, seni pertunjukan, hingga teknologi digital.
Salah satu program yang sering menyita perhatian publik adalah Harmonia Inklusif, fashion show tahunan yang menghadirkan karya desainer bersama model dan kreator disabilitas. Program ini bukan hanya soal peragaan busana, tetapi membangun literasi publik bahwa kreativitas tidak punya batas tubuh.
Karina menyebut, kerja sama dengan Kemenekraf bisa menjadi jembatan agar karya-karya itu tidak berhenti di ruang acara semata, tetapi masuk ke rantai produksi dan pasar yang lebih luas.
“Teman-teman disabilitas bukan objek belas kasihan. Mereka punya karya dan identitas kreatif yang kuat. Yang kita butuhkan adalah pintu yang lebih terbuka,” katanya.
Langkah kolaboratif ini diharapkan menjadi pondasi penguatan ekosistem kreatif yang benar-benar inklusif, bukan hanya wacana, tapi ruang hidup yang memberi kesempatan setara.
Laporan: Rachma Putri
Artikel ini ditulis oleh:
Eroby Jawi Fahmi

















