Jakarta, Aktual.com – Wacana pengusulan Soeharto sebagai pahlawan nasional kembali menuai sorotan tajam dari kalangan aktivis. Savic Ali, salah satu Aktivis Pergerakan tahun 1998, menyebut langkah tersebut sebagai bentuk pengaburan sejarah (whitewashing) terhadap masa kelam kepemimpinan Orde Baru.
“Ya saya kira ini sebuah upaya whitewashing ya, menghapus dosa-dosa yang pernah dilakukan oleh Pak Harto,” ujar Savic, Kamis (6/11/2025).
Ia menilai bahwa penetapan Soeharto sebagai pahlawan akan menghilangkan legitimasi kritik terhadap karakter kepemimpinannya.
Menurut Savic, jika Soeharto diberi gelar pahlawan, maka pesan tentang sifat diktator, tiran, dan korup yang melekat padanya akan menjadi tidak sah.
“Untuk dibersihkan, karena kalau Pak Harto tetapkan sebagai pahlawan kan artinya pesannya gak sah lagi,” katanya.
Savic juga menyoroti keterlibatan kekuatan politik dalam wacana tersebut, terutama dari Golkar dan Presiden Prabowo yang berasal dari latar belakang militer.
“Pak Harto itu adalah figur penting, baik buat Golkar, baik buat militer,” ujarnya.
Ia menilai bahwa kekuasaan saat ini dimanfaatkan untuk mengangkat kembali figur Soeharto sebagai simbol penting.
“Ketika mereka sekarang memang memegang kekuasaan, ya dimanfaatkan untuk menjadikan Pak Harto sebagai pahlawan,” ucapnya.
Savic mengingatkan bahwa sejarah sering kali ditulis oleh pihak yang menang dan berkuasa. “Dan kita tahu memang ada ungkapan kan, sejarah itu pilih para pemenang, ditulis oleh para pemenang,” tuturnya.
Savic menegaskan bahwa pelanggaran terhadap prinsip hidup dan hak asasi manusia tidak bisa ditoleransi.
“Sudah membuat banyak sekali nyawa manusia di Republik ini hilang dan itu rakyatnya sendiri,” pungkasnya.
Penolakan gelar pahlawan bagi Soeharto didasarkan pada prinsip keadilan sejarah. Ia menegaskan bahwa pelanggaran terhadap hak hidup manusia tidak bisa ditoleransi, dan penghapusan jejak kejahatan masa lalu hanya akan memperburuk luka sejarah bangsa.
Laporan: Yassir Fuady
Artikel ini ditulis oleh:
Eroby Jawi Fahmi

















