Pekanbaru, aktual.com — Ketika Kementerian Dalam Negeri menerbitkan surat penugasan Nomor 100.2.1.3/8861/SJ dan menunjuk SF Hariyanto sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Gubernur Riau, publik sadar: tugas besar tengah menanti. Ini bukan sekadar pergantian formalitas jabatan, melainkan amanah berat di tengah situasi Riau yang sedang goyah — baik secara fiskal maupun psikologis.
Penunjukan ini muncul setelah peristiwa hukum yang menimpa Gubernur definitif oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Efek domino pun tak terelakkan. Di satu sisi, masyarakat kembali dirundung kecewa karena Riau lagi-lagi harus menanggung aib akibat kasus hukum pemimpinnya. Di sisi lain, birokrasi daerah kehilangan arah, gamang dalam mengambil keputusan strategis, dan terhambat dalam mengeksekusi kebijakan vital.
Dalam suasana seperti itu, Plt. Gubernur SF Hariyanto harus segera mengambil kendali. Tantangan yang dihadapi bukan hanya menyangkut krisis kepercayaan publik, tetapi juga tantangan berat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang tengah berada di bawah tekanan besar.
Secara fiskal, Provinsi Riau kini menghadapi tekanan ganda: defisit anggaran yang kian melebar serta pengurangan Transfer ke Daerah (TKD) dari pemerintah pusat. Kombinasi keduanya membuat ruang fiskal pemerintah daerah semakin sempit.
Akibatnya, sejumlah proyek pembangunan terpaksa tertunda — mulai dari infrastruktur jalan dan jembatan hingga layanan publik vital seperti pendidikan dan kesehatan. Penurunan TKD juga berdampak langsung pada daya belanja pemerintah, membatasi kemampuan menjalankan program prioritas.
Padahal, Riau dikenal sebagai daerah kaya sumber daya alam. Namun, ketergantungan terhadap Dana Bagi Hasil (DBH) yang sangat dipengaruhi oleh fluktuasi harga komoditas global menjadikan kondisi keuangan daerah rapuh. Karena itu, ke depan, Riau harus berani memperkuat Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai benteng pertahanan fiskal jangka panjang.
Dalam kondisi yang tidak mudah ini, kolaborasi antara eksekutif dan legislatif bukan lagi jargon politik, tetapi keharusan nyata. Plt. Gubernur perlu memimpin langkah pemulihan fiskal melalui kebijakan cepat dan terukur, seperti meninjau ulang program yang tidak prioritas, menerapkan zero-based budgeting, serta menggerakkan birokrasi untuk menemukan sumber PAD baru yang lebih stabil dan berkelanjutan.
Sementara itu, DPRD Riau sebagai mitra sejajar harus memainkan peran konstruktif dengan menggunakan fungsi legislasi dan budgeting untuk mendukung langkah pemulihan. Pembahasan Peraturan Daerah (Perda) inovatif yang mendorong investasi, mempermudah perizinan, serta memperkuat ekosistem ekonomi daerah perlu dipercepat.
Di tengah badai dan tekanan fiskal, publik kini menanti: sejauh mana Plt. Gubernur SF Hariyanto mampu menakhodai Riau keluar dari turbulensi — menjaga amanah, memulihkan kepercayaan, dan memastikan roda pemerintahan tetap berputar di jalur yang benar.

















