Jakarta, aktual.com – Presiden Prabowo Subianto secara resmi menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada sepuluh tokoh bangsa yang berasal dari berbagai kalangan, mulai dari tokoh buruh hingga ulama. Salah satu di antara mereka adalah almarhum Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan, ulama karismatik asal Madura yang dikenal luas sebagai guru para kiai di Nusantara.
Upacara penganugerahan berlangsung di Istana Negara, Jakarta, pada Senin (10/11). Nama-nama penerima gelar tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 116/TK/Tahun 2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional. Di antara deretan nama tersebut tercantum Syaikhona Muhammad Kholil, yang dikenang sebagai ulama besar sekaligus pejuang di bidang pendidikan Islam di Jawa Timur.
Syaikhona Muhammad Kholil, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Mbah Kholil Bangkalan, merupakan figur sentral dalam sejarah perkembangan Islam di Indonesia. Ia dikenal sebagai pendiri Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil, salah satu pesantren tertua yang berdiri sejak 1861, dan menjadi guru bagi banyak ulama besar serta penggerak kebangkitan keilmuan Islam di Nusantara.
Menurut keterangan dari laman resmi pesantrennya, Mbah Kholil lahir pada 9 Safar 1252 H (25 Mei 1835 M) di Bangkalan, Madura. Beliau adalah putra dari pasangan KH Abdul Latif dan Nyai Siti Khadijah. Dari garis keturunan ayahnya, nasab Mbah Kholil bersambung hingga kepada Rasulullah SAW melalui jalur para ulama dan wali songo. Dalam silsilahnya, empat generasi di atas beliau ialah KH Abdul Latif, KH Hamim, KH Abdul Karim, dan KH Muharrom.
Sejak usia muda, Mbah Kholil tumbuh dalam suasana keagamaan yang kuat. Pendidikan dasar agamanya diperoleh langsung dari ayahnya, KH Abdul Latif. Kecerdasannya luar biasa; ia mampu menghafal seribu bait nadzam dalam kitab Alfiyyah Ibnu Malik dan menguasai berbagai disiplin ilmu seperti fikih dan nahwu dalam waktu singkat.
Perjalanan intelektualnya berlanjut ke berbagai pesantren ternama di Jawa Timur, antara lain Pesantren Langitan Tuban, Pesantren Canga’an Bangil, Pesantren Darussalam Pasuruan, Pesantren Sidogiri Pasuruan, hingga Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Setail Banyuwangi. Tidak berhenti di situ, beliau kemudian melanjutkan pendidikannya ke Tanah Suci Makkah, memperdalam ilmu-ilmu agama seperti tafsir, hadis, fikih, dan tasawuf di bawah bimbingan para ulama besar.
Sekembalinya ke tanah air, Mbah Kholil mendirikan pondok pesantren di Bangkalan yang kemudian menjadi pusat keilmuan Islam di Nusantara. Ribuan santri dari berbagai daerah datang menimba ilmu darinya. Diperkirakan sekitar 500.000 santri pernah belajar kepada beliau, dan sekitar 3.000 di antaranya kemudian menjadi pemimpin umat di berbagai penjuru Indonesia.
Di antara murid-muridnya yang paling terkenal adalah KH Hasyim Asy’ari dan KH Abdul Wahhab Chasbullah, dua tokoh besar pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Dari didikan tangan beliau lahir generasi ulama yang tidak hanya mendalam ilmunya, tetapi juga berperan besar dalam perjuangan dan pencerahan umat di Indonesia.
Sebagai ulama yang produktif, Syaikhona Kholil juga meninggalkan banyak karya ilmiah dalam berbagai bidang ilmu keislaman. Berikut adalah daftar karya beliau yang ditulis langsung dengan tangannya:
- Risalah Fi Fiqh al-‘Ibadat (13 Ramadhan 1308 H)
- Risalah Isti’dadul Maut (3 Dzulqa’dah 1309 H)
- Taqrirat Alfiyah Ibnu Malik (Dzulqa’dah 1311 H)
- Taqrirat Nadzam Nuzhatut Thullab fi Qawa‘idil I‘rab (1315 H)
- Nadzam Jauharatul ‘Iyan li Ahlil ‘Irfan (1315 H)
- Nadzam Maqsud fi Ash-Sharf (Jumat, 5 Muharram 1316 H)
- Risalah Khutbah (Jumat, 19 Ramadhan 1323 H)
- Matn al-Ajurumiyyah (makna dan taqrir)
- Al-Bina’ (makna)
- Tasrif al-Izzi (makna dan taqrir)
- Maulid Hubbi lis Sayyidina Muhammad (makna)
- Maulid Barzanji (makna)
- Al-Awamil (nahwu/makna)
- Terjemah al-Qur’an al-Karim (makna Jawa)
Warisan keilmuan dan spiritualitas Mbah Kholil menjadi bukti bahwa perjuangan seorang ulama bukan hanya melalui medan perang, tetapi juga melalui pendidikan, ilmu, dan keteladanan. Penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada beliau bukan hanya bentuk penghormatan atas jasa masa lalu, tetapi juga pengakuan atas kontribusinya dalam membangun fondasi keilmuan dan moral bangsa Indonesia.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain

















