Jakarta, aktual.com – Bank Indonesia (BI) memproyeksikan nilai tukar rupiah pada 2026 berada di kisaran Rp 16.430 per dolar Amerika Serikat (AS). Terjadi penguatan dari asumsi makro Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 senilai Rp 16.500 per dolar AS.
“Nilai tukar rupiah rata-ratanya Rp 16.430, hampir sama dengan prognosa Rp 16.440,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Jakarta, Rabu (12/11/2025).
Perry menilai proyeksi tersebut realistis, mengingat volatilitas ekonomi global pada 2026 diperkirakan masih tinggi dengan risiko arus modal keluar yang besar. “Kami terus berkomitmen melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah dengan intervensi yang semakin banyak kami lakukan,” ujarnya.
Menurut Perry, intervensi dilakukan di pasar Non Deliverable Forward (NDF), Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), serta pasar spot. Ia mengakui langkah stabilisasi tersebut berdampak pada turunnya cadangan devisa Indonesia.
Pada akhir 2024, cadangan devisa tercatat sebesar US$ 155,7 miliar dan turun menjadi US$ 148,7 miliar pada Oktober 2025 akibat meningkatnya tekanan global. Upaya stabilisasi dilakukan agar nilai tukar rupiah tetap terjaga di kisaran Rp 16.000 per dolar AS.
BI mencatat rata-rata nilai tukar rupiah sebesar Rp 16.347 per dolar AS pada kuartal I-2025, Rp 16.496 per dolar AS pada kuartal II-2025, dan Rp 16.365 per dolar AS pada kuartal III-2025. Hingga 31 Oktober 2025, nilai tukar rata-rata rupiah pada kuartal IV tercatat Rp 16.630 per dolar AS. “Kami perlu jelaskan bahwa stabilisasi nilai tukar rupiah semakin banyak dilakukan di NDF, baik di pasar offshore maupun DNDF,” jelas Perry.
Ia menambahkan, tidak semua intervensi berdampak langsung pada penurunan cadangan devisa. Penurunan cadangan baru terlihat ketika BI melakukan intervensi secara tunai atau di pasar spot. “Cadangan devisa kami turun karena intervensi yang secara tunai atau secara spot,” tutup Perry.

















