Jakarta, Aktual.com – Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin memberi sinyal kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Pasalnya, tanpa kenaikan iuran, keberlanjutan program jaminan kesehatan nasional (JKN) ini akan terancam, karena defisit anggaran.
Ia menjelaskan, pendapatan BPJS Kesehatan hanya tercatat positif pada beberapa tahun tertentu, seperti pada tahun 2016, 2020, 2021, dan 2022.
“BPJS itu nggak pernah sustainable, dia positif kalau ada kenaikan iuran,” ujarnya saat ditemui di Komplek Parlemen, Jakarta, Kamis (13/11/2025).
Pada 2023 lalu, BPJS Kesehatan mencatatkan pendapatan iuran sebesar Rp151,7 triliun, namun beban program JKN mencapai Rp158,9 triliun.
“Penting untuk mengkaji kenaikan iuran untuk menjaga keberlanjutan sistem JKN yang memberikan layanan kepada masyarakat,” paparnya.
Meski begitu, ucap Budi, Pemerintah belum membahas rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan dalam waktu dekat. “Tetapi kami sadar BPJS bisa nggak sustain tanpa ada kenaikan iuran,” katanya.
Sebagai langkah untuk memastikan keberlanjutan, Kementerian Keuangan telah mengucurkan dana sebesar Rp10 triliun kepada BPJS Kesehatan. Sisa dana Rp10 triliun diharapkan dapat disalurkan pada Januari 2026 untuk mendukung kelangsungan program JKN.
Pihaknya terus berupaya untuk memperbaiki mekanisme iuran dan koordinasi dengan asuransi swasta. “Kami sudah menandatangani kesepakatan dengan OJK untuk skema Combine of Benefit (COB),” ujarnya.
Budi juga menyoroti ketidaksesuaian data penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan. “Ada 540 ribu orang di desil 10 yang dibiayai pemerintah, padahal mereka orang kaya,” ungkap Budi.
Menurutnya, hal ini pertanda perlunya perbaikan sistem PBI untuk memastikan bantuan tepat sasaran. Sebagai solusi jangka panjang, Budi mengusulkan penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) dan lebih fokus pada masyarakat kelas bawah.
Laporan: Nur Aida Nasution
Artikel ini ditulis oleh:
Eroby Jawi Fahmi

















