Gubernur Kaltara, Zainal A Paliwang bersama masyarakat melakukan penanaman bibit mangrove didampingi Kadis Kehutanan Kaltara, Syarifuddin belum lama ini. Foto: Istimewa
Gubernur Kaltara, Zainal A Paliwang bersama masyarakat melakukan penanaman bibit mangrove didampingi Kadis Kehutanan Kaltara, Syarifuddin belum lama ini. Foto: Istimewa 

Jakarta, Aktual.com – Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Perubahan Iklim, Haruni Krisnawati menyatakan Indonesia berkomitmen untuk memperjuangkan mekanisme pasar karbon global yang adil, inklusif dan berbasis ilmu pengetahuan (science-based) dalam pembahasan Pasal 6.4 Perjanjian Paris pada Sidang CMA7 COP30 di Belém, Brasil.

Indonesia berharap pembahasan mekanisme pasar karbon dunia, tidak mengorbankan partisipasi negara negara berkembang. Khususnya sektor yang berbasis alam (nature-based) seperti kehutanan dan penggunaan lahan, termasuk ekosistem gambut dan mangrove.

“Kami mendukung integritas lingkungan, tetapi aturan yang terlalu kaku, seperti penyesuaian otomatis baseline atau standar kebocoran global, berpotensi menegasikan inisiatif berbasis alam yang justru menjadi tulang punggung mitigasi perubahan iklim,” kata Haruni dalam keterangannya, Minggu (16/11/2025).

Haruni menegaskan, Indonesia ingin memastikan integritas tinggi berjalan seiring dengan keadilan dan keterjangkauan, sehingga semua negara dapat berkontribusi secara efektif dalam mekanisme pasar karbon global.

Ia pun mengungkapkan, pokok-pokok intervensi yang dilakukan Indonesia dalam siding. Diantaranya item 15(b), berupa Laporan Badan Pengawas (Supervisory Body) untuk mekanisme Pasal 6.4.

Dalam intervensinya, Indonesia mengajukan sejumlah masukan penting, antara lain dua Revisi terhadap Standar Baseline dan Penyesuaian Otomatis (Downward Adjustment), yang mendapat dukungan dari beberapa negara seperti Kosta Rika, Brasil, Norwegia, dan Inggris.

Indonesia menilai penurunan baseline tahunan otomatis sebesar satu persen dapat membuat proyek REDD+, restorasi, dan karbon biru bisa berpotensi menjadi tidak layak.

Untuk itu Indonesia meminta pendekatan yang berbasis sains dan realistis untuk penilaian kebocoran, khususnya bagi aktivitas berbasis alam yang memerlukan metodologi global yang mapan.

Selain itu Indonesia mendorong agar proses konsultasi diperpanjang dan melibatkan Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal (IPLCs) secara bermakna, serta meminta agar rapat Methodological Expert Panel (MEP) disampaikan secara terbuka demi transparansi.

Indonesia pun menyerukan penguatan pendanaan untuk capacity building dan technology transfer agar dapat berpartisipasi aktif dalam mekanisme ini. Indonesia menekankan pentingnya keberlanjutan ekosistem penting seperti mangrove dan gambut sebagai bagian tak terpisahkan dari pencapaian target mitigasi global.

“Indonesia akan terus memperjuangkan aturan yang seimbang, dapat diterapkan, dan menjamin keadilan bagi semua pihak, terutama bagi negara-negara berkembang yang berkontribusi besar bagi iklim dunia,” tegasnya.

 

 

Artikel ini ditulis oleh:

Eka Permadhi