Ilustrasi minuman berpemanis dalam kemasan.

Jakarta, Aktual.com – Pemerintah Indonesia berencana memberlakukan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) mulai 2026. Cukai ini akan diberlakukan pada minuman siap konsumsi dan konsentrat kemasan yang dijual eceran.

Direktur Jenderal Strategi Ekonomi Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu, menjelaskan bahwa minuman seperti es teh manis yang dijual di warung kecil tidak akan dikenakan cukai ini.

“Cukai hanya akan berlaku pada produk yang siap konsumsi dalam kemasan, bukan yang dijual langsung di tempat,” ungkapnya dalam rapat dengan Komisi XI DPR RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (17/11/2025).

Ia menambahkan, kebijakan ini telah diterapkan di lebih dari 115 negara, termasuk tujuh negara di kawasan ASEAN. “Tarif cukai rata-rata di ASEAN adalah Rp 1.771 per liter,” ujar Febrio, yang menjadikan angka tersebut sebagai referensi tarif cukai di Indonesia.

Pengenaan cukai ini bertujuan untuk menurunkan konsumsi gula berlebih yang dapat menyebabkan penyakit tidak menular seperti diabetes dan obesitas. Dengan demikian, kebijakan ini diharapkan dapat berkontribusi dalam peningkatan kualitas kesehatan masyarakat.

Meskipun sudah dimasukkan dalam RAPBN 2026, pemerintah masih mendiskusikan teknis pelaksanaan cukai ini dengan kementerian dan lembaga terkait. “Pembahasan masih berjalan antar kementerian dan lembaga,” jelasnya.

Selain itu, pemerintah berharap cukai ini dapat memberi kontribusi pada penerimaan negara. “Ini akan menjadi sumber pendapatan negara, namun kami masih mengkaji penetapannya dengan hati-hati,” tambah Febrio.

Penerapan cukai ini akan disesuaikan dengan kondisi perekonomian Indonesia pada 2026. Pemerintah berharap kebijakan ini bisa diterapkan ketika perekonomian sudah stabil dan menunjukkan pertumbuhan yang positif.

Tarif Bea Keluar Emas

Kemenkeu juga tengah tengah menyiapkan kebijakan pengenaan tarif bea keluar terhadap komoditas emas melalui Rancangan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

Rancangan ini diharapkan dapat diterapkan pada tahun fiskal 2026 dengan tarif yang bervariasi antara 7,5% hingga 15%, tergantung jenis produk emas.

Febrio Nathan Kacaribu, menjelaskan bahwa tarif akan dikenakan pada produk dore, ingot, dan batangan emas. Produk-produk ini akan dikenakan tarif antara 12,5% hingga 15%, tergantung pada harga pasar emas yang berlaku.

Pemerintah juga akan membedakan tarif berdasarkan tingkat pengolahan produk emas. Produk yang lebih olahan, seperti minted bars dan cast bars, akan dikenakan tarif lebih rendah, yakni antara 7,5% hingga 10%.

“Tarifnya akan lebih tinggi dibanding kalau makin hilir. Ketika dia sudah dalam bentuk ingot atau cast bar, apalagi kalau dalam bentuk minted bars, sehingga tarifnya lebih rendah,” ucap Febrio.

Proyeksi pendapatan negara dari penerapan bea keluar ini diperkirakan bisa mencapai antara Rp 1,5 triliun hingga Rp 2 triliun per tahun. “Kalau paling bawah itu kayaknya minimal Rp 1,5-2 triliun dapat sih setahunnya,” tambahnya.

Meskipun kebijakan ini sudah memasuki tahap finalisasi, pemerintah masih melakukan harmonisasi dengan kementerian terkait. Pemerintah berharap dapat segera mengundangkan PMK tersebut pada November 2025 dan berlaku dua minggu setelah diundangkan.

Selain PMK, pemerintah juga akan menyusun peraturan turunan berupa Permendag yang mengatur Harga Patokan Ekspor (HPE) emas. Aturan ini akan mendukung pelaksanaan kebijakan dan memastikan perdagangan emas lebih terstruktur.

Laporan: Nur Aida Nasution

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi