Ilustrasi suap pajak. Pengurangan kewajiban pembayaran pajak.

Jakarta, Aktual.com — Pengamat hukum Ahmad Sofian menilai dugaan tindak pidana korupsi dalam kasus pengurangan kewajiban pajak yang menyeret mantan Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi, dan Direktur Utama PT Djarum Victor Rachmat Hartono bukan sekadar pelanggaran administratif belaka.

Praktik tersebut, kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi (ASPERHUPIKI) ini, mengarah pada kejahatan suap yang terstruktur dan sistemik.

“Maknanya jelas, ada kongkalikong antara wajib pajak dengan eks Dirjen Pajak dan bawahannya, termasuk pemeriksa pajak dan kepala KPP,” ujar Ahmad Sofian, ketika dihubungi, Senin (24/11/2025).

Baca juga:

PT Djarum Diduga Akali Kewajiban Bayar Pajak, Berbuntut Pencekalan Sang Dirut

Dosen Hukum Pidana Binus University ini menjelaskan, pola tersebut menunjukkan adanya kerja sama yang terorganisir melawan hukum untuk mengurangi kewajiban pajak.

“Ada indikasi kuat pengusaha yang menjadi wajib pajak memberikan suap kepada aparat Direktorat Jenderal Pajak,” ujarnya.

Menurutnya, suap tersebut diduga diberikan sebagai imbalan atas pengurangan pembayaran pajak yang seharusnya disetorkan ke kas negara.

“Ini jelas merugikan pendapatan negara dan secara langsung berdampak pada keuangan negara,” kata Ahmad.

Kejagung Harus Usut Tuntas

Ahmad juga menaruh harapan besar pada Kejaksaan Agung untuk mengusut tuntas perkara ini. Ia menilai, penegakan hukum yang tegas akan menjadi sinyal penting bagi publik dan pelaku usaha bahwa korupsi dalam sektor perpajakan tidak bisa ditoleransi.

“Dalam kasus ini, diharapkan Kejaksaan Agung bisa membongkar sindikasi praktik suap oleh pengusaha wajib kena pajak kepada petugas pajak,” tegasnya.

Ahmad juga menyoroti, praktik suap dalam proses pemeriksaan pajak bukanlah hal baru. Ia menyebut, praktik suap-menyuap ditemukan dalam banyak kasus pemeriksaan wajib pajak oleh oknum pemeriksa pajak.

Ia menilai, lemahnya pengawasan internal dan celah dalam sistem perpajakan menjadi pemicu utama maraknya praktik tersebut.

“Kasus ini harus menjadi trigger agar pemeriksa pajak tidak lagi melakukan ‘negosiasi’ yang melawan hukum dengan wajib pajak,” ujarnya.

Pencekalan Dirut PT Djarum dan Pejabat Pajak

Sebelumnya, Kejaksaan Agung mencekal ke luar negeri Direktur Utama sekaligus pewaris konglomerasi raksasa PT Djarum Victor Rachmat Hartono, mulai dari 14 November 2025 hingga 14 Mei 2026.

Kejagung mencegah anak sulung dari orang terkaya di Indonesia ke luar negeri karena diduga mengakali kewajiban pembayaran pajak korporasi pada periode 2016-2020.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna menyampaikan, kasus tersebut juga diduga melibatkan pegawai dan pejabat di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI.

“Itu bukan terkait tax amnesty. Ini hanya memang pengurangan kewajiban pajak. Saya tegaskan bukan tax amnesty, ya,” ujar, di Jakarta, Jumat (21/11/2025),

Anang menjelaskan, penyidikan ini bermula dari laporan masyarakat yang identitasnya dirahasiakan sejak Oktober 2025. Tim penyidik Kejagung bahkan sudah menggeledah lima lokasi berbeda. Mulai dari kantor hingga rumah pribadi, untuk mengamankan sejumlah barang bukti dari kasus ini.

Kejagung tidak hanya mencegah Victor. Berdasarkan surat rujukan Kejagung, pencegahan ke luar negeri yang berlaku selama enam bulan juga berlaku terhadap empat orang lainnya.

Yaitu, Ken Dwijugiasteadi (Dirjen Pajak Kemenkeu periode 2016–2017), Karl Layman (Pemeriksa Pajak Muda di DJP), Bernadette Ning Dijah Prananingrum (Kepala KPP Madya Dua Semarang), dan Heru Budijanto Prabowo (Konsultan Pajak).

Kejagung beralasan, pencekalan ini dilakukan karena kekhawatiran mereka ini bakal berpergian ke luar negeri yang bisa menghambat proses penyidikan. Keterangan mereka sangat dibutuhkan untuk membongkar teka-teki pengurangan pajak ini.

Kekhawatiran dari penyidik, seandainya nanti bepergian ke luar negeri, itu akan menghambat proses penyidikan. Itu saja,” katanya.

Anang juga mengatakan, kelima orang tersebut saat ini masih berstatus saksi. Kendati demikian, ia menyebut bahwa kasus ini sudah naik ke tahap penyidikan. “Iya (naik sidik),” ucapnya.

Sementara itu, Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan mengonfirmasi kelima orang tersebut dicegah untuk bepergian ke luar negeri berdasarkan permintaan Kejagung. “Alasan: korupsi,” demikian dinukil dari dokumen yang diterima dari Ditjen Imigrasi.

Laporan: Yassir Fuady

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi