Jakarta, aktual.com – Pengesahan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) oleh DPR RI memicu perdebatan publik. Menanggapi polemik tersebut, Menko Kumham Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas), Yusril Ihza Mahendra, menilai bahwa pemerintah belum memiliki alasan mendesak untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
“Saya belum melihat ada alasan yang mendesak untuk melakukan Perppu ya,” ujarnya saat ditemui wartawan di Makassar, Senin (24/11).
Menurutnya, regulasi yang telah disahkan sebaiknya diterapkan terlebih dahulu sebelum mempertimbangkan langkah luar biasa seperti penerbitan Perppu.
Meskipun begitu, Yusril menegaskan bahwa keputusan akhir berada di tangan Presiden Prabowo Subianto.
“Saya kira lebih baik dijalankan dulu, kecuali Pak Presiden berpendapat lain ya. Sementara kalau saya berpendapat bahwa apa yang sudah ada itu dijalankan lebih dulu,” tuturnya.
Ia menerangkan bahwa jika nantinya muncul persoalan dalam pelaksanaan UU KUHAP baru, perbaikan tetap dimungkinkan melalui beberapa mekanisme.
“Jika ada kekurangan-kekurangan, itu dapat kita perbaiki. Baik dengan amandemen terhadap KUHAP itu sendiri maupun judicial Review kepada MK,” kata Yusril.
Setelah DPR RI mengesahkan RUU KUHAP, pemerintah kini menargetkan penyelesaian sejumlah RUU lainnya, termasuk yang berkaitan dengan restorative justice dan penerapan hukuman mati. Pemerintah juga tengah menyiapkan penyesuaian regulasi dari KUHAP lama menuju aturan baru tersebut.
“Insya Allah ini dapat diselesaikan sebelum berlakunya KUHAP baru yang akan datang, karena memang itu merupakan satu keharusan,” ujarnya.
Tak hanya itu, pemerintah juga sedang menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi terkait pemilu serta revisi undang-undang yang mengatur MD3. Yusril menyebut perubahan pada dua regulasi itu secara otomatis akan mempengaruhi Undang-Undang Partai Politik.
“Ini merupakan satu pembaharuan yang cukup besar yang kita lakukan… Pemerintah juga melakukan penyesuaian terhadap banyak sekali regulasi seperti yang dituntut oleh OECD, karena Indonesia akan menjadi anggota kelompok negara maju ini mungkin 3 tahun yang akan datang,” ucapnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain

















