Jakarta, aktual.com – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyampaikan bahwa Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) tidak lagi menjabat sebagai Ketua Umum sejak 26 November 2025. Dalam penjelasannya, PBNU menegaskan bahwa Gus Yahya sudah tidak memiliki kewenangan ataupun hak terkait posisi tersebut.
Penegasan itu tercantum dalam surat edaran PBNU mengenai tindak lanjut keputusan rapat harian syuriyah, yang ditandatangani Wakil Rais Aam PBNU Afifuddin Muhajir dan Katib Aam Ahmad Tajul Mafakhir pada Selasa, 25 November 2025.
“Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada butir 2 di atas, maka KH. Yahya Cholil Staquf tidak lagi berstatus sebagai Ketua Umum PBNU terhitung mulai tanggal 26 November 2025 pukul 00.45 WIB,” tertulis dalam surat tersebut.
Surat itu juga menyebut, “Bahwa berdasarkan butir 3 di atas, maka KH. Yahya Cholil Staquf tidak lagi memiliki wewenang dan hak untuk menggunakan atribut, fasilitas dan/atau hal-hal yang melekat kepada jabatan Ketua Umum PBNU maupun bertindak untuk dan atas nama Perkumpulan Nahdlatul Ulama terhitung mulai tanggal 26 November 2025 pukul 00.45 WIB.”
Dalam edaran tersebut, PBNU diperintahkan untuk segera menyelenggarakan rapat pleno. Agenda rapat itu ditujukan untuk membahas pemberhentian serta penggantian para fungsionaris di tubuh PBNU.
“Bahwa untuk memenuhi ketentuan dan mekanisme yang diatur dalam Pasal 7 Ayat (4) Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama Nomor 10 Tahun 2025 tentang Rapat, Pasal 8 huruf a dan b Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama Nomor 13 Tahun 2025 tentang Pemberhentian Fungsionaris, Pergantian Antar Waktu dan Pelimpahan Fungsi Jabatan, serta Peraturan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Nomor: 01/X/2023 tentang Pedoman Pemberhentian Pengurus, Pergantian Pengurus Antar Waktu, dan Pelimpahan Fungsi Jabatan Pada Perkumpulan Nahdlatul Ulama, maka Pengurus Besar Nahdlatul Ulama akan segera menggelar rapat pleno,” demikian keterangan yang dimuat dalam surat itu.
Selain itu, selama posisi Ketua Umum PBNU belum terisi, kewenangan penuh organisasi berada pada Rais Aam sebagai pucuk pimpinan tertinggi Nahdlatul Ulama.
Katib Aam Tajul Mafakhir membenarkan keaslian surat tersebut. Ia menegaskan bahwa dokumen itu merupakan risalah keputusan rapat. “Demikian bunyi keputusannya dalam risalah rapat itu,” ujarnya saat dimintai konfirmasi.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain

















