Sumenep, aktual.com — Rangkaian panjang kegiatan Komunitas Muda Madura (KAMURA) dalam penyusunan Naskah Akademik Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tembakau Madura memasuki fase penting di Kabupaten Sumenep.
Setelah bergulir di Surabaya, Pamekasan, dan Bangkalan, hari ini KAMURA menggandeng Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Sumenep dan BEM Universitas Bahaudin Mudhary (UNIBA) untuk menyelenggarakan Diskusi Publik bertema “Mengawal Percepatan Pembangunan dan Ekonomi Madura” di Pendopo Keraton Sumenep, Rabu (26/11/2025).
Acara ini menghadirkan tokoh-tokoh utama Madura, di antaranya Achsanul Qosasi, Sekretaris Bakorwil IV Jawa Timur Muhyi, Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Sumenep Moh. Ramli, serta Ketua PWI Jawa Timur Lutfil Hakim.
Kehadiran berbagai elemen ini mempertegas bahwa isu pembangunan Madura bukan lagi percakapan pinggir jalan, melainkan agenda serius yang melibatkan pemerintah daerah, akademisi, pelaku kebijakan, tokoh masyarakat, dan para jurnalis sebagai penjaga kepentingan publik.
Dalam paparannya, Achsanul Qosasi menguraikan ketimpangan kebijakan nasional terhadap Madura yang selama ini menjadi salah satu produsen tembakau terbesar Indonesia. Ia mengungkapkan bahwa kontribusi Madura terhadap penerimaan negara dari Cukai Hasil Tembakau sangat besar, tetapi tidak diimbangi dengan aliran manfaat yang adil bagi masyarakatnya.
“Madura memberikan kontribusi Rp79 triliun kepada penerimaan negara. Pertanyannya, Berapa yang kembali ke Madura? Rp198 miliar tahun 2024. Uang dari Rp79 triliun yang dicetak dari keringat Madura yang kembali ke Madura Rp198 miliar. Pertanyaannya, adilkah kebijakan ini? Kalau nggak adil wajar ga orang madura protes?” ujar Achsanul.
Ia juga menekankan bahwa dominasi Madura dalam produksi tembakau nasional adalah fakta yang tidak bisa diabaikan. “Produksi tembakau Madura di tahun 2025 adalah 50 ribu ton. Itu 43 persen produksi nasional. Artinya, dari 200 ribu produksi nasional, hampir separoh adalah hasil keringat orang Madura,” tuturnya.
Karena itu, menurut dia, sudah sewajarnya Madura mendapatkan kebijakan khusus yang mampu mengembalikan nilai tambah bagi petani dan masyarakat.
“Sehingga inilah yang kita minta ke pemerintah ‘Ayo pemerintah tolong buatkan kami Kawasan Ekonomi Khusus Tembakau. Buatkan kami itu’. Artinya, biar kami itu bisa menanam tembakau dengan baik, harganya layak,” katanya.
Achsanul menegaskan bahwa perlakuan khusus ini layak diperjuangkan. “Yang namanya KEK itu nanti harga kebijakannya khusus, Kenapa dikasih khusus? Karena kita produsen tembakau terbesar nasional. Wajar dong,” ujarnya.
Ia pun menggarisbawahi alasan utama mengapa Madura layak ditetapkan sebagai KEK Tembakau. “Kenapa KEK harus Madura? Ini yang saya bilang, (Madura) adalah produsen tembakau terbesar nasional. Penduduk Madura mayoritas petani tembakau dan garam. Tembakau dan industri hasil tembakau adalah sumber kehidupan dan penghidupan orang Madura,” jelasnya.
Madura yang memiliki batas wilayah yang jelas, lanjut Achsanul, juga memudahkan pengawasan. “Madura dibatasi oleh kawasan jelas, pulaunya jelas. Sehingga mudah untuk dilakukan pengawasan,” ujarnya.
Ia kemudian menegaskan komitmennya untuk memperjuangkan KEK Tembakau: “Madura akan berusaha agar menjadikan Kawasan Ekonomi Khusus, tapi dengan cara legal. Kita sudah siap. Luas lahan siap, jumlah tenaga kerja siap, pengetahuan petani sudah jago. Petani tembakau gak usah diajari lagi. Jaringan petani, pengepul semua sudah ada. Ekosistemnya sudah terbentuk. Ada 79 gudang di Madura,” tegasnya.
Ketua PWI Jawa Timur, Lutfil Hakim, menguatkan argumentasi bahwa KEK Tembakau merupakan kebutuhan mendesak, baik bagi petani maupun ekosistem industri hasil tembakau nasional.
Menurutnya, keberlanjutan suplai tembakau nasional sangat ditentukan oleh kesehatan ekonomi petani Madura. “Karena semangat utama di balik terbentuknya KEK adalah untuk menjaga keberlanjutan budidaya tembakau Madura yang notabene mengkontribusi sekitar 35% produksi tembakau nasional,” kata Lutfil.
Ia menjelaskan bahwa tanpa perlindungan, industri hasil tembakau nasional justru dapat kehilangan pasokan bahan baku. “Kalau tidak ada perlindungan terhadap petani tembakau Madura, maka IHT nasional bisa terancam kehilangan 35% bahan baku berupa tembakau,” ujarnya.
Lutfil juga menyoroti peran penting industri rokok skala kecil yang kini tumbuh di berbagai desa di Madura. “Jika selama ini petani tembakau sering rugi karena rendahnya posisi tawar di hadapan pabrikan IHT besar, maka IHT skala kecil di Madura justru hadir sebagai dewa penolong dengan menyerap tembakau petani dgn harga proporsional,” tuturnya.
Menurutnya, KEK Tembakau adalah wadah yang memungkinkan industri kecil ini bertahan dan berkembang. “Nggak ada cara lain kecuali memberikan perlakuan khusus, misal dengan tarif cukai khusus dan insentif pajak serta dukungan kebijakan lainnya. Maka pilihannya adalah dibentuk KEK, sebagai wadah kebijakan penguatan termasuk aneka insentif,” jelasnya.
Dari pemerintah daerah, Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Sumenep, Moh. Ramli, menyampaikan bahwa Pemkab Sumenep memberikan ruang seluas-luasnya bagi masyarakat yang ingin mengembangkan usaha di sektor hasil tembakau.
“Berkenaan dengan tembakau dengan segala dinamika. Apalagi bicara tembakau madura. Saya sering diskusi tembakau madura,” katanya. Ramli menegaskan bahwa berbagai fasilitas telah diberikan pemerintah, termasuk penyediaan Aglomerasi Pabrik Hasil Tembakau (APHT). “Salah satunya media yang terkini yang kami berikan, yaitu Aglomerasi Pabrik Hasil Tembakau (APHT). Itu salah satu bentuk fasilitas yang kami berikan,” tuturnya.
Sementara itu, Sekretaris Bakorwil IV Jawa Timur, Muhyi, menjelaskan bahwa kontribusi Madura terhadap PDRB provinsi terus menurun dalam satu dekade terakhir meskipun sumber daya alamnya melimpah.
Ia menilai penyebab utamanya adalah hilangnya nilai tambah karena komoditas Madura dikirim keluar dalam bentuk bahan baku.
“Sumber daya Madura yang melimpah kenapa kontribusinya kecil? Mungkin nilai tambah kurang. Sumber daya banyak dilepas ke daerah lain dalam bentuk bahan baku. Sehingga nilai tambahnya kecil, nilai jualnya kecil,” ujarnya.
Diskusi publik ini melanjutkan rangkaian penyusunan Naskah Akademik KEK Tembakau Madura yang telah dilaksanakan KAMURA di Surabaya dan tiga kabupaten Madura.
Sebelumnya, tim perumus KAMURA telah melakukan audiensi dengan seluruh kepala daerah di Madura dan mendapatkan dukungan penuh. Melalui forum ilmiah, akademik, dan publik seperti di Sumenep ini, KAMURA berharap KEK Tembakau tidak hanya menjadi gagasan, tetapi berubah menjadi gerakan bersama yang mendorong perubahan struktural bagi ekonomi Madura.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain

















