Jakarta, Aktual.com — Pemerintah diminta untuk menghentikan proses pembaruan Hak Guna Usaha (HGU) PT Socfindo di perkebunan Tanah Gambus, Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara.
Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI), Alwi Hasbi Silalahi, menilai proses rekomendasi pembaruan HGU PT Socfin Indonesia (Socfindo) yang sedang berjalan di Kementerian ATR/BPN mengandung banyak persoalan yang harus dievaluasi secara menyeluruh.
Dalam pernyataannya, Alwi meminta Presiden RI turun tangan untuk memastikan proses perizinan tidak mengabaikan kepastian hukum dan hak masyarakat.
“Kami meminta Presiden menunda dan mengevaluasi seluruh rekomendasi pembaruan HGU PT Socfindo. Situasinya sudah sangat serius dan menyangkut keadilan masyarakat,” ujar Alwi, dalam keterangannya, Jakarta, Minggu (30/11/2025).
Alwi menjelaskan, batas HGU di Tanah Gambus dan Lima Puluh yang direkomendasikan oleh Kanwil BPN Sumut tidak sinkron dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Batubara. Ia menegaskan, RTRW adalah produk hukum resmi yang wajib menjadi dasar dalam setiap perizinan lahan.
“Kalau batas HGU tidak sesuai RTRW, itu artinya proses perizinannya bermasalah. Ini melemahkan kepastian hukum dan jelas merugikan masyarakat,” tegasnya.
Selain persoalan tata ruang, PB HMI juga menyoroti adanya dugaan kelebihan lahan sekitar kurang lebih 600 hektare (ha) yang muncul pada rekomendasi pembaruan HGU. Selisih ini lebih besar dibandingkan sertifikat HGU tahun 1998, dan hingga kini tidak jelas apakah perusahaan telah membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk kelebihan lahan tersebut selama 25 tahun terakhir.
“Kami mempertanyakan apakah perusahaan sudah membayar PBB atas kelebihan 600 hektare itu sejak 1998 hingga 2023. Ini harus diaudit secara terbuka,” kata Alwi.
Karena itu, PB HMI meminta BPKP melakukan audit pajak secara menyeluruh sejak awal HGU diberikan kepada PT Socfindo. Mereka juga meminta Kejaksaan bersama BPKP memeriksa seluruh lahan perusahaan di Sumut dan Aceh, karena potensi selisih luas lahan sangat mungkin terjadi di kebun lain dan bahkan berpotensi ada areal yang dikelola tanpa izin.
Alwi juga menyoroti konflik antara masyarakat Desa Simpang Gambus dan perusahaan yang tidak pernah diselesaikan secara adil sejak tahun 1998. Ia menilai perusahaan tidak memberikan solusi atas klaim lahan masyarakat, padahal telah ditemukan kelebihan luas lahan dibandingkan sertifikat resmi.
“Persoalan masyarakat tidak pernah diselesaikan. Padahal kelebihan luas lahan seharusnya menjadi dasar penyelesaian. Tapi sampai hari ini tidak ada langkah nyata,” ujarnya.
Ia juga meminta pemerintah mengambil sikap tegas terhadap direksi perusahaan. “Direksi Socfindo selama ini tidak kooperatif dengan masyarakat dan pemerintah daerah. Ini tidak bisa dibiarkan,” tutupnya.
Sebelumnya, Ketua DPRD Kabupaten Batu Bara, Safi’i juga meminta agar pembaruan Hak Guna Usaha (HGU) PT Socfin Indonesia (Socfindo) Tanah Gambus ditinjau ulang hingga konflik agraria antara perusahaan dan Kelompok Tani (Koptan) Perjuangan Desa Simpang Gambus terselesaikan.
Menurutnya, konflik yang sudah berlangsung lama antara masyarakat dan perusahaan perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah pusat, terutama Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
“Kami harap Kementerian ATR/BPN menunda pembaruan HGU PT Socfindo Tanah Gambus hingga sengketa agraria dengan Koptan Perjuangan dapat diselesaikan,” tuturnya.
Safi’i menambahkan, DPRD Batu Bara akan terus memantau perkembangan kasus tersebut dan mendorong penyelesaian yang adil bagi masyarakat yang merasa terdampak.
Masih menurut Safi’i, Pemerintah Kabupaten Batu Bara telah menyurati Kementerian ATR/BPN melalui surat Bupati Batu Bara.
Artikel ini ditulis oleh:
Eroby Jawi Fahmi

















