Selain Bandara Morowali, di Kab. Morowali terdapat juga satu Bandar Udara khusus yang berada di dalam Kawasan Industri PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Bahodopi. Bandara ini resmi dioperasikan pada Oktober 2019 yang lalu untuk melayani kebutuhan perusahaan. . Bandara ini memiliki dimensi landasan pacu panjang 1.890 meter dengan lebar 45 meter serta dilengkapi dengan fasilitas masing-masing 2 unit Damkar, pushback car lektro, GPU, water service cart, dua unit ambulance dan mobil komando. Foto: Ist

Jakarta, Aktual.com – Kementerian Perhubungan resmi mencabut status internasional Bandara IMIP di Morowali, Sulawesi Tengah. Kebijakan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 55 Tahun 2025 yang ditandatangani Menhub Dudy Purwagandhi pada 13 Oktober 2025, namun baru diketahui publik pada akhir November.

Pencabutan ini sekaligus membatalkan KM 38 Tahun 2025 yang sebelumnya memberikan izin operasional internasional bagi Bandara IMIP pada 8 Agustus 2025. Dengan demikian, hanya Bandara Khusus Sultan Syarief Haroen Setia Negara di Pelalawan, Riau, yang masih mempertahankan status internasional secara terbatas dan bersifat sementara.

Langkah Kemenhub tersebut mencuat setelah Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menyuarakan kekhawatirannya terhadap potensi ancaman kedaulatan. Dalam keterangannya usai menyaksikan Latihan Pertahanan Terintegrasi 2025 pada 20 November, Sjafrie menyebut keberadaan bandara itu sebagai “anomali berbahaya.”

“Ini anomali. Bandara tapi tidak memiliki perangkat negara di dalamnya. Ada celah yang membuat rawan kedaulatan ekonomi,” tegas Sjafrie.

Pernyataan itu turut diperkuat Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Ia mengakui tidak adanya petugas Bea Cukai dan Imigrasi di bandara tersebut. “Kelihatannya seperti itu,” ujarnya di Kantor Kemenko Perekonomian, 26 November 2025. Purbaya juga menyinggung dugaan perlakuan istimewa dari pemerintahan sebelumnya terhadap PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).

Bandara IMIP dikelola PT IMIP, perusahaan patungan antara BintangDelapan Group dan Tsingshan Steel Group. Pengendali utama perusahaan adalah Shanghai Decent Investment Group dengan kepemilikan 49,69%. Kawasan industri ini merupakan pusat pengolahan nikel terintegrasi terbesar di Indonesia, lengkap dengan smelter, PLTU, pelabuhan khusus, hingga bandara sendiri.

Kontroversi tersebut mendapat perhatian DPR. Anggota Komisi V DPR Mori Hanafi mengungkapkan bahwa Bandara IMIP tidak pernah dibahas dalam rapat kerja dengan Kemenhub. Komisi V berencana memanggil Menteri Perhubungan pada Rapat Kerja 2 Desember 2025 untuk meminta penjelasan resmi.

Sementara itu, Anggota Komisi III DPR Abdullah mendesak Polri melakukan penyelidikan menyeluruh guna memastikan seluruh aktivitas di bandara berjalan sesuai regulasi.

Menjawab isu bahwa bandara tersebut ilegal, Wakil Menteri Perhubungan Suntana membantah keras. “Kami telah menempatkan beberapa personel di sana, mulai dari bea cukai, polisi, hingga Ditjen Otoritas Bandara,” ujarnya pada 26 November 2025. Ia menegaskan bahwa Bandara IMIP terdaftar dan memiliki izin resmi.

Hingga berita ini diterbitkan, Direktur Humas Ditjen Perhubungan Udara Endah Purnamasari belum memberikan pernyataan terkait alasan rinci pencabutan status internasional kedua bandara tersebut.

Kasus ini kembali memantik diskusi publik mengenai urgensi pengawasan ketat terhadap bandara khusus di kawasan industri strategis, terutama yang melibatkan investasi asing besar di sektor sumber daya alam.

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano