Jakarta, aktual.com – Sumatera Utara (Sumut) menjadi salah satu wilayah yang terdampak banjir bandang dan longsor beberapa waktu lalu. Dalam sejumlah rekaman video, terlihat gelondongan kayu terbawa arus banjir besar tersebut. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menduga bencana ini berkaitan dengan aktivitas sejumlah perusahaan, termasuk PT Toba Pulp Lestari Tbk (INRU).
Organisasi tersebut menilai perusahaan itu melakukan alih fungsi kawasan hutan melalui kemitraan kebun kayu di Batang Toru. WALHI menambahkan bahwa wilayah Tapanuli Tengah (Tapteng), Sibolga, dan Tapanuli Selatan (Tapsel) merupakan daerah yang paling terdampak akibat degradasi ekosistem. Selain Toba Pulp Lestari, kerusakan juga disebut terkait dengan operasional PLTA dan pertambangan emas di Batang Toru.
“PLTA Batang Toru, selain akan memutus habitat orang utan dan harimau, juga merusak badan-badan sungai dan aliran sungai yang menjadi daya dukung dan daya tampung lingkungan. Selain itu juga pertambangan emas yang berada tepat di sungai Batang Toru. Desa-desa lain di kecamatan Sipirok juga ada aktivitas kemitraan kebun kayu dengan PT Toba Pulp Lestari yang akhirnya mengalihfungsikan hutan,” ujar Direktur Eksekutif Daerah WALHI Sumut, Riandra Purba, dalam keterangan tertulis yang dikutip dari laman resmi WALHI, Senin (1/12/2025).
Toba Pulp Lestari Membantah Tuduhan
Menanggapi tudingan tersebut, Direktur Toba Pulp Lestari, Anwar Lawden, menyampaikan bantahan. Ia menegaskan bahwa seluruh operasional perusahaan telah sesuai izin dan aturan pemerintah. Dari total wilayah 167.912 hektare, perusahaan menyebut hanya mengembangkan tanaman eucalyptus di area 46.000 hektare.
“Seluruh kegiatan HTI telah melalui penilaian High Conservation Value (HCV) dan High Carbon Stock (HCS) oleh pihak ketiga untuk memastikan penerapan prinsip Pengelolaan Hutan Lestari. Dari total areal 167.912 Ha, Perseroan hanya mengembangkan tanaman eucalyptus sekitar 46.000 Ha, sementara sisanya dipertahankan sebagai kawasan lindung dan konservasi,” tulis Anwar dalam keterangannya di Keterbukaan Informasi BEI, Rabu (3/12/2025).
Anwar menyampaikan bahwa perusahaan telah beroperasi lebih dari 30 tahun dan berupaya menjaga komunikasi terbuka melalui dialog, sosialisasi, serta kemitraan dengan pemerintah, Masyarakat Hukum Adat, akademisi, dan organisasi sipil. Ia menekankan pentingnya penggunaan data yang dapat diverifikasi.
“Perseroan menolak dengan tegas tuduhan bahwa operasional Perseroan menjadi penyebab bencana ekologi. Seluruh kegiatan Perseroan telah sesuai dengan izin, peraturan, dan ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah yang berwenang,” tegasnya.
Anwar juga menyampaikan bahwa perusahaan telah melakukan peremajaan pabrik pada 2018 dengan teknologi yang lebih ramah lingkungan. Berdasarkan audit KLHK tahun 2022–2023, perusahaan disebut memperoleh hasil Taat dan Mematuhi ketentuan.
Ia menambahkan bahwa kegiatan pemanenan dan penanaman kembali dalam area konsesi dilakukan mengacu pada prinsip tata ruang serta RKU dan RKT pemerintah.
“Perseroan menjaga kesinambungan hutan tanaman sebagai bahan baku industri pulp, sehingga jarak waktu antara pemanenan dan penanaman hanya berselang paling lama 1 bulan, sesuai dengan prosedur yang tercantum dalam dokumen Amdal. Hal ini juga kami laporkan secara berkala melalui Laporan Pemantauan dan Pengelolaan Lingkungan,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain

















