Jakarta, aktual.com – NEXT Indonesia Center menilai keberadaan BUMN karya semakin kehilangan alasan untuk dipertahankan. Direktur NEXT Indonesia Center, Herry Gunawan, mengatakan kondisi saat ini menunjukkan bahwa posisi BUMN karya tak lagi memiliki urgensi.

Ia menilai pemerintah tidak lagi menempatkan pembangunan infrastruktur sebagai prioritas, sementara keberadaan BUMN karya juga tidak pernah menjadi mandat undang-undang.

Menurut dia, sejumlah perusahaan pelat merah di sektor konstruksi juga terbukti menunjukkan kinerja yang lemah, terutama dari sisi keuangan.

Melihat situasi tersebut, ia menilai pemerintah tidak perlu mempertahankan banyak perusahaan serupa. “Kalau tetap mau punya BUMN karya, cukup satu saja,” ujar Herry.

Ia menambahkan bahwa perusahaan lainnya sebaiknya dibenahi lebih dulu dan kemudian diprivatisasi agar tidak terus membebani pemerintah. Herry menilai langkah perbaikan terutama diperlukan untuk perusahaan yang kini tengah berada dalam kondisi berat.

Ia berpendapat bahwa perusahaan yang sakit perlu diselamatkan lebih dulu sampai kembali stabil. Setelah itu, menurutnya, jumlah BUMN karya tidak perlu lagi dipertahankan hingga mencapai tujuh perusahaan seperti sekarang.

Ia juga menyoroti persoalan proyek fiktif di lingkungan BUMN, yang menurutnya disebabkan oleh tata kelola perusahaan yang jauh dari prinsip-prinsip pengelolaan modern. Ia menjelaskan bahwa jabatan dewan komisaris kerap dijadikan ajang pembagian posisi, sehingga proses pemilihan menjadi longgar.

Kondisi itu, kata dia, membuat fungsi utama komisaris tidak berjalan sebagaimana mestinya. “Pengawasannya jadi lemah,” ujarnya.

Selain itu, ia menyebut adanya kecenderungan tindakan balas jasa kepada pihak yang membantu pengangkatan pejabat BUMN.
Herry menilai akar masalah tata kelola yang buruk ini bersumber dari level tertinggi.

Ia menunjuk fenomena banyaknya pengurus partai politik yang merangkap jabatan sebagai komisaris BUMN. Ia mencontohkan hal tersebut bisa dilihat pada beberapa pengurus PSI. Padahal, menurutnya, larangan rangkap jabatan sudah diatur jelas dalam berbagai regulasi mulai dari undang-undang, peraturan pemerintah, hingga peraturan menteri.

Regulasi-regulasi tersebut secara tegas melarang komisaris BUMN merangkap sebagai pengurus partai. Namun ia menilai aturan itu justru dilanggar oleh pihak yang membuatnya. Dalam pandangannya, permasalahan ini bermuara pada Kementerian BUMN, BP BUMN, dan Danantara. Ia juga menyinggung praktik rangkap jabatan di Danantara.

“Mungkin malu mau melarang yang lain,” kata Herry.

Kasus proyek fiktif di lingkungan BUMN kembali mencuat setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua pejabat PT Pembangunan Perumahan (PT PP) sebagai tersangka pada Selasa, 25 November 2025. Tersangka pertama adalah Didik Mardiyanto, Kepala Divisi Engineering, Procurement, and Construction PT PP.

Sementara itu, tersangka kedua yakni Herry Nurdy, Senior Manager yang membidangi keuangan dan SDM di Divisi EPC PT PP. KPK menduga keduanya terlibat dalam pengaturan dan penggunaan anggaran untuk proyek yang ternyata tidak pernah dijalankan.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain