Tanjung Pinang, aktual.com – Majelis Rakyat Kepulauan Riau (MRKR) menyurati Presiden Prabowo agar menginstruksikan segenap instansi penegak hukum berlaku objektif dalam penangangan kasus penyerobotan lahan dan perobohan Hotel & Resort Purajaya. Lembaga kemasyarakatan itu mengingatkan jika terjadi kekosongan hukum maupun konflik kewenangan yang berlarut-larut, tidak dapat dihindari konflik sosial budaya kian rentan.
“Persoalan ini (Purajaya) telah menimbulkan ketidakpastian hukum yang berkepanjangan, yang berdampak pada (1) Iklim investasi di Kota Batam dan Provinsi Kepulauan Riau; (2) rasa aman bagi pelaku usaha dan masyarakat; (3) kepercayaan terhadap tata kelola pertanahan dan kewenangan lembaga pengelola lahan; serta (4) stabilitas sosial ekonomi di kawasan Nongsa sebagai kawasan strategis pertumbuhan pariwisata akan terganggu,” kata Huzrin Hood, dalam surat MRKR kepada Presiden Prabowo, yang dirilis media Selasa, (9/12).
Perlindungan hak masyarakat dan kepentingan daerah, khususnya masyarakat adat, kata Huzrin Hood, mengingat kawasan Batam merupakan wilayah strategis nasional dengan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sangat penting untuk dijaga. Sehingga, MRKR sebagai suatu lembaga representatif masyarakat, perlu menjaga aspirasi, menjaga nilai budaya, memperkuat partisipasi publik, serta memastikan keberlanjutan pembangunan daerah yang selaras dengan kepentingan masyarakat Kepulauan Riau.
Dia mengingatkan MRKR dibentuk sebagai forum kolektif yang menghimpun tokoh adat, tokoh masyarakat, akademisi, pemimpin komunitas, serta elemen strategis lain yang memiliki kepedulian terhadap masa depan Kepulauan Riau. Dengan tanggungjawab itu, katanya, MRKR wajib menyampaikan perhatian serius terhadap situasi hukum yang sedang berlangsung terkait Hotel Pura Jaya di Kota Batam. Sebab, kasus Hotel Purajaya dikhawatirkan meluas sebagai pemicu konflik sosial di Batam dan Kepri.
Sebagaimana diketahui, kata Huzrin Hood, melalui berbagai proses hukum yang telah berjalan, terjadi pembongkaran bangunan Hotel Pura Jaya pada tahun Juni 2023 yang hingga saat ini masih menyisakan sengketa perdata dan potensi pidana antara pihak pemilik dan pihak yang melakukan perobohan. Persoalan ini telah menimbulkan ketidakpastian hukum yang berkepanjangan, yang berdampak pada berbagai aspek sosial dan budaya.
Sebagai lembaga representatif masyarakat Kepulauan Riau, kami memandang bahwa penyelesaian yang tegas, adil, dan transparan diperlukan untuk mencegah timbulnya preseden buruk terhadap kepastian berusaha serta perlindungan terhadap aset dan hak kepemilikan yang sah.
“Saat ini berbagai kasus penyimpangan hukum dan ketimpangan sosial telah terjadi di Batam, dan pada gilirannya dapat memicu masalah besar di kemudian hari,” ujarnya.
“Sehubungan dengan hal tersebut, dengan penuh hormat kami memohon: Arah kebijakan dan instruksi Presiden kepada kementerian/lembaga terkait untuk memastikan proses penegakan hukum yang objektif, independen, dan bebas dari intervensi terhadap kasus Hotel Pura Jaya Batam; Evaluasi dan penegasan kembali tata kelola alokasi lahan di Batam agar selaras dengan prinsip good governance, kepastian hukum, serta perlindungan terhadap investor dan masyarakat.”
Fasilitasi penyelesaian sengketa secara final dan mengikat, melalui koordinasi lintas Lembaga agar tidak terjadi kekosongan hukum maupun konflik kewenangan yang berlarut-larut; Perlindungan hak masyarakat dan kepentingan daerah, mengingat kawasan Batam merupakan wilayah strategis nasional dengan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
“Kami percaya bahwa dengan dukungan dan arahan langsung dari Bapak Presiden, penyelesaian yang adil serta pemulihan kepastian hukum atas kasus Hotel Pura Jaya dapat segera terwujud, sehingga iklim investasi, stabilitas ekonomi daerah, dan kredibilitas tata kelola tanah negara dapat terus terjaga,” pungkas Huzrin Hood menutup suratnya kepada Presiden RI Prabowo Subianto.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain

















