Kairo/Istanbul, aktual.com – Menteri Luar Negeri Mesir Badr Abdelatty dan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Kamis (11/12) membahas upaya memperkuat kesepakatan gencatan senjata di Jalur Gaza serta menurunkan ketegangan di daerah pendudukan Tepi Barat.

Melalui percakapan telepon, Abdelatty dan Guterres membahas perkembangan di wilayah pendudukan Palestina, termasuk upaya internasional untuk mendukung deeskalasi, memperkuat gencatan senjata di Gaza, dan meredakan situasi di Tepi Barat, demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Mesir mengutip percakapan kedua tokoh tersebut.

Abdelatty menegaskan pentingnya penerapan Resolusi Dewan Keamanan PBB 2803 dan memastikan bantuan kemanusiaan masuk ke Jalur Gaza tanpa hambatan.

Israel terus melanggar kesepakatan gencatan senjata Gaza yang berlaku sejak 10 Oktober, sembari tetap melakukan operasi militer harian di Tepi Barat.

Sejak Oktober 2023, Israel telah menewaskan lebih dari 70.300 orang di Jalur Gaza, sebagian besar perempuan dan anak-anak, serta melukai lebih dari 171.000 lainnya. Serangan itu berlanjut meski gencatan senjata telah berlangsung selama dua bulan.

Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, sedikitnya 386 warga Palestina tewas dan 1.002 lainnya terluka sejak gencatan senjata diberlakukan.

Pembahasan antara Abdelatty dan Guterres juga mencakup konsultasi mengenai rencana penempatan pasukan stabilisasi internasional di Gaza sebagai bagian dari fase kedua kesepakatan gencatan senjata.​​​​​​​

Abdelatty menekankan pentingnya pembentukan komite teknokrat Palestina untuk mengelola Gaza sebagai langkah awal mengembalikan otoritas Pemerintah Palestina ke wilayah tersebut.

Ia kembali menegaskan penolakan mutlak Mesir terhadap rencana memindahkan penduduk Palestina atau mengubah kondisi geografis maupun demografis Gaza.

Pada bagian lain, Abdelatty memperingatkan meningkatnya risiko di Tepi Barat akibat kekerasan yang dilakukan pemukim ilegal serta terus berlangsungnya perampasan lahan.

Ia menilai situasi itu dapat memperluas instabilitas dan menuntut tanggung jawab mendesak komunitas internasional untuk menghentikan pelanggaran tersebut.

Warga Palestina menilai Israel meningkatkan eskalasi militer di Tepi Barat yang diduduki, termasuk penggusuran, perampasan tanah, dan ekspansi permukiman, yang mereka anggap sebagai langkah menuju aneksasi.

Data Palestina mencatat sedikitnya 1.093 warga tewas di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, hampir 11.000 orang terluka, dan sekitar 21.000 lainnya ditahan sejak Oktober 2023 akibat tindakan pasukan Israel dan pemukim ilegal.​​​​​​​

Abdelatty juga menyoroti peran penting Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) dalam mendukung para pengungsi Palestina, dan menyebut mandat lembaga tersebut tidak tergantikan.

Pernyataannya disampaikan setelah Israel pada Senin menggerebek kantor UNRWA yang sudah ditutup di Sheikh Jarrah, Yerusalem Timur. Aksi tersebut memicu kritik regional dan internasional.

Kantor itu telah beroperasi sejak 1951 namun dikosongkan awal tahun ini setelah adanya perintah dari pemerintah Israel. Knesset kemudian melarang kegiatan UNRWA di wilayah Yerusalem.

Israel menuduh sejumlah pegawai UNRWA terlibat dalam peristiwa 7 Oktober 2023, namun tuduhan itu dibantah badan tersebut. PBB juga menegaskan bahwa UNRWA tetap menjaga netralitasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain