Menteri Perdagangan Budi Santoso saat menghadiri kuliah umum di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, Senin (25/11/2024). ANTARA/HO-Kemendag

Jakarta, Aktual.com — Indonesia menyatakan siap “gaspol” menuntaskan Kesepakatan Perdagangan Bebas Indonesia–Uni Ekonomi Eurasia (Indonesia–EAEU FTA) yang disebut bakal membuka lonjakan besar akses ekspor nasional ke pasar nontradisional. Menteri Perdagangan Budi Santoso menegaskan proses finalisasi kini memasuki tahap akhir.

“Kami sudah komunikasi intensif dengan Sekretariat EAEU. Targetnya, penandatanganan bisa dilakukan paling cepat pada 20–21 Desember 2025 di EAEU Summit di St. Petersburg, Rusia,” kata Budi di Jakarta.

Ia memastikan bahwa koordinasi berjalan lancar dan penetapan jadwal hanya menunggu konfirmasi terakhir dari pihak Eurasian Economic Union. “Pemerintah Indonesia berkomitmen penuh untuk menyelesaikan Indonesia–EAEU FTA karena kesepakatan ini strategis untuk memperluas akses pasar dan memperkuat kerja sama ekonomi dengan kawasan Eurasia,” tegasnya.

Menurut Mendag, seluruh negara anggota EAEU — Kazakhstan, Rusia, Armenia, Belarusia, dan Kyrgystan — kini tengah merampungkan prosedur internal sebelum masuk ke tahap penandatanganan. “Kesepakatan ini diharapkan bisa ditandatangani pada tingkat Menteri Perdagangan di hadapan para kepala negara yang hadir dalam EAEU Summit mendatang,” ujarnya.

Budi juga menyampaikan apresiasi terhadap dukungan para pemimpin negara anggota Eurasia yang aktif memastikan proses berjalan cepat. “Kami mencatat dan mengapresiasi pimpinan EAEU, termasuk Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev yang telah mengonfirmasi kehadirannya di Summit tersebut,” katanya.

Secara ekonomi, potensi FTA ini dinilai sangat signifikan. Pada 2024, nilai perdagangan Indonesia–EAEU mencapai USD 4,1 miliar. Ekspor Indonesia meningkat tajam 36 persen menjadi USD 1,5 miliar, sementara impor turun 4 persen menjadi USD 2,4 miliar. Pemerintah menilai tren tersebut memperlihatkan peluang besar bagi produk unggulan Indonesia di pasar Eurasia.

“Dengan FTA, tarif akan turun dan akses ekspor makin luas. Ini penting untuk memperkuat produk nasional di rantai pasok global,” ujar Budi.

Indonesia menargetkan perjanjian ini menjadi salah satu tonggak pergeseran strategi perdagangan menuju pasar nontradisional—seiring perlambatan permintaan di negara-negara Barat dan meningkatnya tensi geopolitik global.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka Permadhi