Arsip foto - Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas berjalan keluar usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (1/9/2025). ANTARA FOTO/Fauzan/nz.
Arsip foto - Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas berjalan keluar usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (1/9/2025). ANTARA FOTO/Fauzan/nz.

Jakarta, aktual.com – Kuasa Hukum mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas alias Gus Yaqut, Mellisa Anggaraini merespons pernyataan Komisi Pemberantasan Korupsi yang menyebut adanya potensi kerugian negara hingga Rp 1 triliun dalam perkara dugaan korupsi kuota haji 2024. Pernyataan tersebut dinilai tidak memiliki dasar hukum yang kuat karena belum ditopang hasil audit lembaga berwenang.

Mellisa, mengatakan klaim yang disampaikan KPK masih bersifat asumtif. Ia menegaskan hingga kini tidak pernah ada audit resmi yang menyatakan adanya kerugian negara dalam pembagian kuota haji. “Kami menilai klaim tersebut prematur dan tidak berdasar secara hukum,” ujar Mellisa saat mendampingi Gus Yaqut di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (16/12/2025).

Menurut Mellisa, penetapan kerugian negara tidak bisa dilakukan sepihak melalui perhitungan internal aparat penegak hukum. Ia menyebut hanya Badan Pemeriksa Keuangan atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan yang memiliki kewenangan menyatakan ada atau tidaknya kerugian negara.

“Hitungan internal KPK bukanlah dasar hukum untuk menyatakan adanya kerugian negara,” katanya.

Ia juga menjelaskan konteks kuota tambahan haji yang menjadi sorotan KPK. Menurutnya, kuota tersebut tidak berkaitan dengan uang negara yang hilang, melainkan menyangkut dana jemaah yang digunakan untuk kebutuhan pelayanan ibadah haji.

Dana itu, lanjut Mellisa, dialokasikan demi keselamatan dan kenyamanan jemaah, bukan untuk kepentingan pribadi maupun kelompok tertentu. Mellisa menekankan bahwa konsep kerugian negara harus bersifat nyata dan terukur.

Ia menolak pendekatan potensi kerugian tanpa pembuktian audit resmi. “Kerugian negara tidak bisa diasumsikan, tidak bisa potensial loss melainkan factual loss dan harus dibuktikan melalui audit resmi lembaga berwenang, bukan sekadar estimasi,” tegasnya.

Sebelumnya, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyampaikan bahwa lembaganya menemukan angka awal kerugian negara lebih dari Rp 1 triliun berdasarkan penghitungan internal. “Jadi angka awal yang didapatkan dari hitungan awal adalah lebih dari Rp 1 triliun,” ucap Budi.

Kasus dugaan korupsi kuota haji 2024 saat ini masih dalam tahap penyelidikan oleh KPK. Perkara tersebut bermula dari tambahan kuota haji sebanyak 20.000 jemaah yang diberikan pemerintah Arab Saudi kepada Indonesia. KPK menilai pembagian kuota tambahan itu tidak sesuai ketentuan perundang-undangan karena proporsinya tidak mengikuti aturan 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.

Artikel ini ditulis oleh:

Achmat
Rizky Zulkarnain