Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Aktual/HO

Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menyelidiki PT BRI (Persero) Tbk terkait pemberian pinjaman kepada PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) untuk mengakuisisi PT Jembatan Nusantara pada 2019-2022.

“Apakah mereka tahu berapa kapal yang dalam kondisi baik? Berapa kapal yang kondisinya tidak baik, sedang docking (pemeliharaan), dan lain-lain? Kemudian apakah mereka tahu juga usia kapalnya dan lain-lain? Tentu itu menjadi hal-hal yang akan kami gali dari pihak perbankan yang memberikan pinjaman,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (15/12) malam.

Asep menjelaskan KPK akan menggali hal tersebut ke pihak perbankan karena mereka memberikan pinjaman uang untuk akuisisi PT Jembatan Nusantara.

“Jadi, kan enggak main-main. Harusnya benar-benar dicek,” katanya.

KPK memutuskan menggali pinjaman untuk akuisisi karena melibatkan uang masyarakat atau nasabah bank tersebut.

“Harap diingat bahwa yang digunakan untuk mendanai itu kan uang dari perbankan. Uang perbankan juga menampung uang masyarakat atau uang nasabah yang disimpan di situ. Tentunya perbankan itu harus juga mempertanggungjawabkan saat memberikan atau menginvestasikan uangnya dalam pembiayaan tersebut,” ujarnya.

Sebelumnya, pada persidangan perkara dugaan kasus korupsi kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP, jaksa KPK mengonfirmasi barang bukti terkait pencairan pinjaman Rp600 miliar kepada saksi Vice President (VP) Akuntansi PT ASDP, Evi Dwi Yanti, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (31/7/2025).

“Ada pencairan pinjaman Rp 600 miliar masuk ke rekening Bank BRI nomor ****** atas nama PT ASDP pada 23 Agustus 2022,” kata Evi.

Jaksa KPK menyebut, pada tanggal yang sama, uang pinjaman itu langsung digunakan untuk pembayaran akuisisi PT JN sebesar Rp600 miliar. “Untuk melakukan pembayaran akuisisi PT JN tahap I sebesar Rp540 miliar dan Rp60 miliar. Betul, Bu?” tanya jaksa KPK. “Iya betul,” jawab Evi.

Jaksa lantas kembali mengonfirmasi sumber dana pinjaman tersebut dari bank BUMN dan bukan modal PT ASDP sendiri. “Bukan dari modal PT ASDP?” tanya jaksa KPK. “Bukan,” jawab Evi.

Pada perkara ini, melibatkan Direktur Utama PT ASDP periode 2017–2024 Ira Puspadewi, Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP periode 2019–2024 Muhammad Yusuf Hadi, Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP periode 2020–2024 Harry Muhammad Adhi Caksono, dan pemilik PT Jembatan Nusantara bernama Adjie.

Pada 20 November 2025, majelis hakim memvonis Ira selama 4 tahun dan 6 bulan penjara, sementara Yusuf dan Harry dijatuhi pidana 4 tahun penjara. Mereka divonis merugikan keuangan negara senilai Rp1,25 triliun.

Namun, pada 25 November 2025, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya mengumumkan Presiden Prabowo memberikan rehabilitasi kepada Ira Puspadewi dan dua terdakwa kasus tersebut. Dan, pada 28 November 2025, mereka dinyatakan bebas setelah mendapatkan rehabilitasi oleh Presiden Prabowo.

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi