Jakarta, aktual.com – Isu dugaan fraud di PT Bank Muamalat Indonesia Tbk (Bank Muamalat) kembali menjadi perhatian publik setelah PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) membatalkan rencana akuisisi. Kasus ini berpusat pada kredit macet korporasi senilai Rp 700 miliar kepada PT Harrisma Data Cita (HDC) yang langsung macet pada cicilan bulan pertama (first payment default atau FPD) pada November 2023.
Dugaan keterlibatan Indra Falatehan dalam skandal ini semakin menguat, mengingat posisinya saat itu sebagai Direktur Utama yang memiliki otoritas tertinggi. Berdasarkan informasi yang beredar, pengajuan kredit PT HDC senilai Rp700 miliar tersebut merupakan referal langsung dari dirinya dan dikawal secara khusus agar proses pencairan berlangsung cepat meskipun menyalahi regulasi internal.
Kekhawatiran publik pun semakin besar karena Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) adalah Pemegang Saham Pengendali (PSP) Bank Muamalat, yang menyangkut keamanan dana haji. Menanggapi aspek penegakan hukum dalam kasus perbankan, dosen hukum ekonomi syariah UIN KH. Abdurrahman Wahid Pekalongan, Tarmidzi, menjelaskan mengenai tahapan yang harus dilalui dalam pemeriksaan.
“Bank Muamalat itu langsung di OJK itu, Bank Muamalat itu langsung di OJK. Jadi, langkah awal yang dilakukan (pemeriksaan) adalah wilayahnya dulu adalah OJK,” kata Tarmidzi.
Ia menjelaskan bahwa setelah pemeriksaan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selesai, kasus tersebut dapat ditindaklanjuti lebih jauh oleh aparat penegak hukum. “Iya, bisa ditidaklanjuti ke situ nanti. Ya, salah satu. Mungkin kalau baiknya yang awal ya Polisi dulu aja,” tambahnya.
Sementara itu, Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies (Celios), Nailul Huda, mengindikasikan adanya dugaan kongkalikong yang terjadi sejak awal. Pandangan ini didasarkan pada kejadian FPD pada pembiayaan besar yang seharusnya melalui prosedur ketat.
“Sebuah perbankan yang baik pasti memiliki standar pengecekan calon debitur dari awal. Mulai dari colleteral, capacity, hingga capital. Bagaiaman arus kas dan sebagainya,” kata Nailul Huda.
Ia menilai, jika angsuran awal saja gagal bayar artinya ada unsur pelanggaran hukum yang merugikan perbankan. “Dalam sistem pengecekan calon debitur ada yang dilanggar,” kata dia.
Nailul Huda juga menyoroti peran BPKH sebagai pengendali Bank Muamalat. Ia menekankan bahwa penegak hukum perlu menelusuri proses dari sejak awal pengajuan, penilaian, hingga persetujuan di meja direksi, karena masalah ini berdampak pada kesulitan BPKH menjual saham Bank Muamalat.
“Akibat hal ini, BPKH kesulitan untuk menjual saham bank muamalat,” kata dia.
Sorotan terhadap kasus ini juga datang dari Komisi VI DPR RI. Pimpinan Komisi VI DPR Mohamad Hekal, seusai Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan pihak Dirut PT BNI dan PT BTN di Senayan, Jakarta, pada Senin (8/7/2024), mengungkapkan bahwa BTN tidak jadi meneruskan akuisisi Bank Muamalat karena adanya isu fraud.
“Dalam perjalanannya, kelihatannya prosesnya tertunda-tunda, bahkan ada isu bahwa di dalam Bank Muamalat ini ada terjadi fraud sehingga kita khawatir kalau BTN diberikan beban untuk menyelamatkan ini,” ujar Hekal.
Fakta bahwa kredit PT HDC yang langsung macet pada cicilan pertama menunjukkan adanya kejanggalan serius. Proses pengajuan pembiayaan yang kabarnya merupakan referal langsung dari Direktur Utama Bank Muamalat saat itu, Indra Falatehan, dan prosesnya cepat, mengindikasikan pelanggaran terhadap regulasi dan SOP internal yang seharusnya ketat, terutama yang melibatkan Komite Pembiayaan dan unit manajemen risiko.
Pada Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada 27 Juni 2024, Bank Muamalat meresmikan pergantian direktur utama dari Indra Falatehan kepada Hery Syafril. Hery Syafril, yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Risiko Bisnis Pembiayaan (2023-2024), adalah bagian dari lini terdepan dalam mitigasi risiko dan secara teori turut menyetujui pembiayaan HDC.
Pemberhentian Indra Falatehan diduga kuat memiliki korelasi dengan kasus kredit macet terbesar ini. Hal ini memunculkan pertanyaan publik mengenai pertimbangan BPKH mengangkat Hery Syafril sebagai Direktur Utama yang diduga mengetahui kasus tersebut, mengingat kemungkinan kendala dalam fit and proper test oleh OJK.
Tim Aktual.com sudah berupaya menghubungi Corporate Communication Bank Muamalat. Namun, hingga berita ini ditulis, pihak Bank Muamalat belum memberikan tanggapan.
Artikel ini ditulis oleh:
Achmat
Rizky Zulkarnain

















