Jakarta, aktual.com – Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat II melakukan tindakan penyanderaan atau gijzeling terhadap penunggak pajak berinisial MW yang diketahui merupakan komisaris sekaligus pemegang saham PT SI. Penindakan tersebut dilakukan di kediaman MW di kawasan Jakarta Utara pada Kamis, 11 Desember 2025.
Berdasarkan data otoritas pajak, yang bersangkutan tercatat memiliki tunggakan pajak sebesar Rp 21,15 miliar sehingga masuk dalam kategori penagihan aktif. Menanggapi langkah tersebut, Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI), Rinto Setiyawan, mengingatkan agar Direktorat Jenderal Pajak lebih berhati-hati dalam menyampaikan informasi ke publik.
Ia menilai, penyanderaan belum masuk pada tahap persidangan sehingga pemberitaan yang berlebihan berpotensi menimbulkan tekanan psikologis bagi wajib pajak. “Ini bukan napi lho. Hanya sandera karena belum masuk pengadilan,” kata Rinto.
Rinto juga menyinggung perlakuan terhadap wajib pajak yang disandera agar tidak disamakan dengan narapidana kasus pidana. Ia menilai, tujuan utama penegakan hukum pajak adalah mendorong pemenuhan kewajiban, bukan semata-mata menghukum mereka.
“Kasus pajak tujuannya kan supaya bayar,” ujarnya.
Menurut dia, banyak pelaku usaha yang sudah mengalami tekanan mental ketika berhadapan dengan DJP, baik melalui tindakan fisik berupa penyanderaan maupun tekanan nonfisik yang muncul akibat pemberitaan masif. “Ini semacam teror fisik dan non fisik,” ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Perkumpulan Praktisi Pajak Independen, Alessandro Rey, menyampaikan pandangannya terkait langkah penyanderaan pajak. Ia menekankan pentingnya sikap proaktif dan tertib hukum dari wajib pajak agar tidak terjerumus pada penagihan aktif.
Alessandro mengingatkan bahwa wajib pajak tidak boleh mengabaikan korespondensi dari kantor pajak sejak terbitnya Surat Ketetapan Pajak hingga tahapan penagihan berikutnya. Menurutnya, pengabaian surat justru akan mempercepat proses penagihan yang lebih keras.
Alessandro juga menilai upaya hukum harus segera ditempuh apabila wajib pajak merasa keberatan atau menemukan kejanggalan. Langkah keberatan, gugatan, maupun konsultasi dengan pengacara atau praktisi pajak dinilai penting untuk melindungi hak wajib pajak.
Ia mengingatkan agar wajib pajak kritis terhadap prosedur dan berani mempertanyakan setiap dugaan pelanggaran secara tertulis, baik terkait kewenangan, tahapan penagihan, maupun substansi perhitungan pajak. Menurut Alessandro, penyanderaan merupakan langkah terakhir dalam sistem penagihan pajak.
Oleh karena itu, pemahaman yang baik atas hak dan kewajiban perpajakan menjadi kunci agar wajib pajak tidak mengalami kerugian hukum yang lebih besar. Ia berharap, penegakan hukum pajak tetap mengedepankan prinsip proporsionalitas dan kepastian hukum, sehingga tujuan penerimaan negara dapat tercapai tanpa mengabaikan perlindungan terhadap wajib pajak.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain

















