Jakarta, aktual.com – Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno merespons masalah lingkungan yang terjadi di Tangerang Selatan akibat tumpukan sampah dan penutupan TPA Cipeucang. Eddy mendorong adanya solusi sementara menanggulangi sampah sebelum diterapkannya Teknologi Waste to Energi (WTE).
“Pemerintah sudah berkomitmen untuk menangani masalah sampah secara komprehensif dengan Peraturan Presiden No. 109 Tahun 2025. Dalam tahapan menuju implementasi Waste to Energy tersebut diperlukan solusi jangka menengah sebagai solusi sementara sebelum proyek WTE bisa direalisasikan,” kata Eddy.
Seperti diketahui permasalahan sampah di Tangerang Selatan mencuat setelah timbunan sampah yang terjadi di Pasar Ciputat dan ruang publik lainnya dan mengganggu warga. Hal ini terjadi akibat ditutupnya TPA Cipeucang karena tuntutan warga akibat dugaan pencemaran lingkungan.
Menurut Eddy Soeparno, apa yang terjadi di Tangsel merupakan indikasi awal terjadinya masalah serupa di wilayah perkotaan lain yang saat ini masih dalam tahap awal untuk persiapan implementasi Waste to Energy berdasarkan Perpres No. 109 Tahun 2025.
Doktor Ilmu Politik UI ini menjelaskan, solusi sementara dapat dimulai dari penguatan layanan dasar pengelolaan sampah. Ia menekankan pentingnya optimalisasi pengangkutan sampah, penataan tempat penampungan sementara, serta penertiban praktik pembuangan liar yang masih banyak terjadi di kawasan perkotaan.
Selain itu, Eddy mendorong penerapan pemilahan sampah yang sederhana di tingkat masyarakat, dengan fokus pada pemisahan sampah organik dan anorganik bernilai. Eddy menjelaskan, penerapan solusi sementara ini bukan hanya di Tangsel tapi juga untuk kota-kota yang menghadapi masalah yang sama.
“Pendekatan bertahap ini lebih efektif untuk diterapkan secara luas dibandingkan skema pemilahan yang terlalu kompleks dan sulit dijalankan di lapangan,” lanjutnya.
Eddy juga menilai pengolahan sampah organik secara terdesentralisasi perlu segera diperluas, terutama di pasar tradisional, kawasan komersial, dan lingkungan permukiman padat.
“Komposting skala lingkungan dan komunal dapat secara signifikan mengurangi volume sampah basah yang selama ini menjadi sumber bau, pencemaran, dan keluhan masyarakat,” lanjutnya.
Secara khusus Eddy menekankan pentingnya penguatan tata kelola di tingkat daerah melalui pembentukan satuan tugas atau project management office yang secara khusus mengawal kesiapan implementasi Perpres 109 Tahun 2025.
“Kesiapan data, koordinasi lintas sektor, serta komunikasi yang transparan dengan masyarakat merupakan prasyarat utama agar kebijakan pengelolaan sampah dapat berjalan efektif dan diterima publik,” tutupnya.
Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno menanggapi penumpukan sampah yang terjadi di sejumlah titik di Kota Tangerang Selatan. Ia menegaskan bahwa situasi tersebut perlu disikapi secara konstruktif dan menjadi momentum untuk memperkuat sistem pengelolaan sampah yang lebih modern dan berkelanjutan.
“Persoalan sampah ini harus dilihat sebagai tantangan bersama. Yang terpenting adalah memastikan sampah di ruang publik dan permukiman warga segera tertangani, sambil menyiapkan solusi jangka menengah dan panjang yang lebih kuat,” ujarnya.
Eddy mendorong pemerintah daerah untuk mengoptimalkan langkah-langkah cepat, seperti penyiapan lokasi penampungan sementara yang layak, pengaturan pengangkutan yang lebih terkoordinasi, serta kerja sama lintas wilayah agar pelayanan persampahan tetap berjalan dengan baik dan tidak mengganggu masyarakat.
Lebih lanjut, Eddy menilai bahwa kondisi ini sekaligus menegaskan pentingnya percepatan transformasi pengelolaan sampah nasional. Ia mengingatkan bahwa pemerintah pusat telah memiliki payung kebijakan melalui Peraturan Presiden tentang percepatan pembangunan fasilitas pengolahan sampah menjadi energi (waste to energy) yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah.
“Perpres Waste to Energy memberikan landasan hukum yang kuat bagi daerah untuk mengurangi ketergantungan pada tempat pembuangan akhir. Sampah tidak hanya dipandang sebagai beban, tetapi juga sebagai sumber energi dan nilai ekonomi,” jelasnya.
Menurutnya, pemanfaatan skema waste to energy perlu didorong secara bertahap dan realistis, disertai peningkatan pemilahan sampah dari sumber, penguatan bank sampah, serta edukasi masyarakat. Dengan pendekatan ini, volume sampah yang harus dibuang ke TPA dapat ditekan secara signifikan.
Pimpinan MPR ini menekankan bahwa implementasi kebijakan waste to energy membutuhkan kolaborasi erat antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, swasta, dan masyarakat. Dukungan regulasi, pembiayaan, dan teknologi harus berjalan seiring agar solusi ini benar-benar dapat diterapkan secara efektif.
“Jika dikelola dengan baik, kebijakan waste to energy bukan hanya menyelesaikan persoalan sampah, tetapi juga berkontribusi pada ketahanan energi dan target penurunan emisi. Ini sejalan dengan agenda pembangunan berkelanjutan yang sedang kita dorong bersama,” tambahnya.
Waketum PAN tersebut berharap persoalan penumpukan sampah di Tangerang Selatan dapat segera teratasi dan menjadi pelajaran penting untuk mempercepat pembenahan sistem pengelolaan sampah nasional yang lebih modern, tangguh, dan ramah lingkungan.
Artikel ini ditulis oleh:
Tino Oktaviano

















