Ilustrasi Gedung PBNU
Ilustrasi Gedung PBNU

Jakarta, aktual.com – Sebuah dokumen yang diduga berisi skenario hasil pertemuan di lingkungan Pesantren Lirboyo, Kediri, beredar luas di ruang publik. Dokumen tersebut memuat sejumlah opsi langkah politik yang disebut-sebut ditujukan untuk memengaruhi dinamika internal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Dalam dokumen yang beredar, tercantum tiga skenario utama yang diklaim sebagai hasil pembahasan forum Lirboyo. Opsi pertama adalah mendorong PBNU agar mempercepat pelaksanaan Muktamar dengan skema mandataris Lampung atau islah. Skenario kedua, mendorong PWNU dan PCNU mengajukan usulan Muktamar Luar Biasa (MLB) secara tertulis. Sementara opsi ketiga berisi desakan agar Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya mengundurkan diri secara terhormat, yang kemudian diikuti dorongan serupa kepada Rais Aam.

Tak hanya itu, bocoran dokumen juga memuat langkah lanjutan berupa rencana pengiriman surat kepada Presiden Prabowo Subianto. Dalam surat tersebut, forum Lirboyo disebut meminta Presiden tidak berpihak dalam konflik PBNU, termasuk tidak mengesahkan Surat Keputusan Kementerian Hukum dan HAM terbaru terkait kepengurusan PBNU.

Pertemuan yang menjadi rujukan dalam dokumen tersebut diketahui berlangsung di lingkungan Pesantren Lirboyo, Kediri, pada Minggu (21/12).

Menanggapi beredarnya dokumen itu, Ketua PBNU Prof Moh Mukri menegaskan bahwa forum Lirboyo sejatinya merupakan forum kultural, sehingga tidak memiliki kewenangan untuk melahirkan keputusan resmi dalam struktur PBNU.

“Iya benar, saya juga mendapatkan bocorannya. Ini di luar pakem dan mekanisme Nahdlatul Ulama ada skenario seperti ini,” kata Mukri.

Meski begitu, Mukri menyatakan tetap menghormati pertemuan di Lirboyo sebagai ruang kultural para kiai. Namun ia menekankan, pengambilan keputusan strategis di NU telah diatur melalui mekanisme organisasi yang jelas dan berjenjang.

“Forum kultural tentu kami hormati, tetapi keputusan organisasi harus berjalan sesuai aturan dan mekanisme jam’iyyah,” ujarnya.

Mukri menegaskan bahwa di tengah berbagai dinamika yang muncul, PBNU tetap berpegang teguh pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) NU sebagai pijakan utama.

“Semua harus kembali ke mekanisme organisasi. Di situlah marwah NU dijaga,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain