Jakarta, Aktual.com – Pemerintah membuka wacana akses pembiayaan berbasis kekayaan intelektual (KI) bagi pelaku industri kreatif melalui skema Kredit Usaha Rakyat (KUR). Kebijakan ini diharapkan mampu menjawab keterbatasan akses permodalan yang selama ini dihadapi pelaku usaha kreatif akibat minimnya aset fisik sebagai jaminan kredit.

Menteri Ekonomi Kreatif Teuku Riefky Harsya menjelaskan, pemerintah telah memutuskan penyediaan KUR khusus industri kreatif berbasis KI, di luar KUR untuk UMKM secara umum. Skema ini dirancang agar karakter usaha kreatif yang bertumpu pada ide, karya, dan hak cipta dapat memperoleh dukungan pembiayaan yang layak.

“KUR ini bukan hibah, tetapi kredit yang harus dikembalikan. Penyalurannya dilakukan oleh lembaga penyalur KUR, sementara kami di kementerian melakukan pendampingan dan kurasi bersama pemerintah daerah serta asosiasi agar pelaku usaha benar-benar siap menerima pembiayaan,” ujar Teuku Riefky dalam acara Ekraf Annual Report (EAR) 2025 di Thamrin Nine Ballroom, Jakarta, Senin (22/12/2025).

Keputusan tersebut diambil dalam rapat terbatas yang melibatkan Menteri Koordinator Perekonomian, Menteri Keuangan, Menteri Hukum, Menteri UMKM, serta Menteri Ekonomi Kreatif. Untuk tahun 2026, pemerintah menyetujui alokasi KUR industri kreatif berbasis KI sebesar Rp10 triliun, dengan plafon pembiayaan hingga Rp500 juta per pelaku usaha.

Selain KUR, pemerintah juga mendorong pembukaan akses kredit komersial bagi pelaku industri kreatif, termasuk melalui lembaga pembiayaan di bawah Kementerian Keuangan. Langkah ini diambil seiring masih adanya kehati-hatian perbankan, khususnya Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), dalam menyalurkan kredit berbasis non-kolateral.

Untuk menjembatani keraguan perbankan dan investor, Kementerian Ekonomi Kreatif telah menerbitkan peraturan menteri terkait jasa penilai kekayaan intelektual. Jasa penilai tersebut bertugas melakukan valuasi aset KI agar dapat menjadi dasar pertimbangan kelayakan pembiayaan.

“Kalau perbankan ragu, mereka bisa memanggil jasa penilai KI untuk melihat nilainya, kelayakan bisnisnya, dan kemampuan pengembaliannya. Begitu juga investor yang ingin masuk ke sektor kreatif,” ujar Teuku Riefky.

Ia mengakui kebijakan ini masih dalam tahap sosialisasi dan penguatan ekosistem. Namun pemerintah optimistis skema ini dapat memperluas akses pembiayaan, meningkatkan kepercayaan lembaga keuangan, serta memperkuat industri kreatif nasional secara berkelanjutan.

“Ini masih berproses, tapi satu per satu pekerjaan rumah kami selesaikan,” pungkasnya.

 

Artikel ini ditulis oleh:

Eka Permadhi