Ketua Umum YLBHI, Muhammad Isnur menyampaikan catatan akhir tahun. Dalam catatan YLBHI, tahun 2025 menjadi tahun kemunduran demokrasi dan perusakan alam. Foto: Yassir Fuady/Aktual.com

‎‎Jakarta, aktual.com – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) kembali menggelar Catatan Akhir Tahun pada Selasa, (23/12/2025) sebagai forum refleksi dan evaluasi terhadap kondisi hukum, demokrasi, dan hak asasi manusia di Indonesia sepanjang 2025.

Ketua Umum YLBHI, Muhammad Isnur, menyampaikan bahwa laporan tahun ini mengangkat tema “Menebas yang Tersisa”, sebagai bentuk kritik terhadap berbagai kebijakan negara yang dinilai merusak tatanan demokrasi dan lingkungan hidup.

‎“Catatan Akhir Tahun bukan sekadar laporan, tapi pembacaan kritis atas apa yang terjadi selama setahun terakhir di berbagai wilayah Indonesia,” ujar Isnur dalam pemaparannya.

Ia menegaskan bahwa tema yang diangkat mencerminkan situasi yang semakin memburuk, terutama dalam hal supremasi sipil dan perlindungan lingkungan.

‎Menurut Isnur, kerusakan terhadap demokrasi dan sistem ketatanegaraan bukanlah hal baru. Ia menyebut bahwa praktik tersebut telah berlangsung sejak era pemerintahan sebelumnya. Namun, di bawah pemerintahan saat ini, kondisi tersebut justru semakin memburuk.

“Yang tersisa dari amanat reformasi seperti pengembalian supremasi sipil dan mandat militer kembali ke barak, bukannya dirapikan, malah dihancurkan lebih parah,” tegasnya.

‎YLBHI juga menyoroti meningkatnya praktik militerisme dalam berbagai proyek pembangunan, seperti food estate, program MBG, dan Koperasi Merah Putih. Isnur menyebut bahwa militer kini digunakan sebagai alat untuk mengamankan kepentingan korporasi, yang berdampak langsung pada masyarakat sipil.

“Masyarakat kini berhadapan bukan hanya dengan perusahaan, tapi juga dengan militer,” katanya.

‎Salah satu temuan mencolok dalam laporan YLBHI berasal dari Merauke. Di wilayah tersebut, masyarakat menolak pembangunan food estate yang dikawal oleh aparat militer.

“Warga diintimidasi dengan ancaman senjata. Ada tentara yang berkata, ‘kau minggir atau ku tembak’,” ungkap Isnur, mengutip laporan lapangan.

‎Lebih jauh, Isnur menyoroti kerusakan lingkungan yang semakin masif dalam satu dekade terakhir, termasuk sepanjang tahun ini. Ia menyebut bahwa penggundulan hutan dan perusakan alam terjadi secara sistematis, melanjutkan pola yang sudah berlangsung sejak Orde Baru.

“Penebasan ini bukan hanya soal demokrasi, tapi juga soal pohon, hutan, dan gunung yang terus dirusak,” ujarnya.

‎YLBHI menilai bahwa degradasi lingkungan terjadi merata di seluruh penjuru negeri, dari Aceh hingga Papua. Isnur menyebut bahwa kerusakan yang terjadi bukan hanya akibat kelalaian, tetapi juga bagian dari kebijakan yang disengaja.

“Papua yang selama ini masih terjaga, kini akan dihabisi dan ditebas. Presiden sendiri menyampaikan bahwa Papua akan ditanami sawit secara masif,” katanya.

‎YLBHI mengajak publik untuk tidak melupakan akar masalah dan terus mengawasi kebijakan negara yang berdampak pada kehidupan rakyat dan lingkungan.

“Judul ‘Menebas yang Tersisa’ adalah pengingat bahwa kita harus memalingkan wajah ke seluruh penjuru alam Indonesia,” ujar Isnur.

Laporan: Yassir Fuady

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi