Jakarta, Aktual.com – Industri tekstil menjadi episentrum pemutusan hubungan kerja (PHK) nasional sepanjang 2025. Data Kementerian Ketenagakerjaan mencatat hampir 80 ribu pekerja kehilangan pekerjaan, menjadikan sektor padat karya ini sebagai penyumbang PHK terbesar di Indonesia.

Melemahnya permintaan dalam jangka panjang serta keterbatasan akses pembiayaan membuat industri tekstil berada dalam kondisi paling rentan. Tekanan tersebut berdampak langsung pada kemampuan perusahaan mempertahankan tenaga kerja.

Kementerian Ketenagakerjaan menilai lonjakan PHK di sektor tekstil berpotensi memperluas kerentanan sosial pekerja apabila tidak segera ditekan.

“Perhatian utama kami adalah agar jangan sampai terjadi PHK, karena ketika PHK terjadi pekerja tidak lagi terlindungi secara optimal,” ujar Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemenaker, Indah Anggoro Putri, di Jakarta, Rabu (24/12/2025).

Indah menegaskan, industri tekstil sejatinya masih menjadi tulang punggung penyerapan tenaga kerja nasional. Namun, tekanan ekonomi yang berat membuat berbagai insentif ketenagakerjaan belum sepenuhnya mampu menahan laju PHK.

Berdasarkan data Kemenaker, jumlah PHK sepanjang Januari hingga November 2025 mencapai 79.302 pekerja yang tercatat sebagai peserta Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Jawa Barat menjadi provinsi dengan jumlah PHK tertinggi secara nasional, disusul Jawa Tengah, Banten, dan DKI Jakarta.

Sementara itu, pemerintah pusat menilai akar persoalan PHK tidak semata berada pada aspek ketenagakerjaan, melainkan berkaitan erat dengan kondisi ekonomi makro. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyebut gelombang PHK dipicu oleh pelemahan permintaan yang berlangsung cukup lama.

“PHK terjadi ketika permintaannya sangat lemah dan kondisi itu sudah berlangsung berbulan-bulan,” ujarnya.

Menurut Purbaya, pemerintah fokus memperkuat sisi permintaan dan memperbaiki akses pembiayaan modal kerja agar industri kembali tumbuh dan menyerap tenaga kerja.

(Nur Aida Nasution)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka Permadhi