Ilustrasi Pilkada

Jakarta, aktual.com – Rencana pengembalian mekanisme pemilihan kepala daerah oleh DPRD kembali menjadi sorotan. Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif SCL Taktika, Iqbal Themi, menilai wacana tersebut berpotensi menggeser peran rakyat dari proses demokrasi lokal tanpa menyentuh persoalan mendasar yang selama ini melekat dalam praktik Pilkada.

Iqbal mengingatkan bahwa pelaksanaan Pilkada langsung yang telah berlangsung hampir dua dekade tidak dapat serta-merta dinilai gagal. Menurutnya, sejumlah kepala daerah yang lahir dari mekanisme pemilihan langsung justru mampu menunjukkan kepemimpinan yang efektif dan memberi dampak pembangunan yang nyata bagi masyarakat.

“Kita tidak bisa menutup mata bahwa Pilkada langsung dalam 20 tahun terakhir tidak semuanya buruk. Ada banyak pemimpin daerah hasil Pilkada langsung yang kinerjanya baik dan memberikan dampak signifikan bagi pembangunan daerah,” ujar Iqbal, Kamis (25/12).

Meski demikian, ia tidak menampik bahwa praktik Pilkada langsung juga diiringi berbagai persoalan. Tingginya biaya politik, maraknya praktik politik uang, hingga keterbelahan politik di tingkat akar rumput menjadi catatan yang menurutnya perlu dibenahi secara serius. Namun, ia menilai persoalan tersebut tidak seharusnya dijawab dengan mengganti sistem pemilihan.

“Selama 20 tahun pelaksanaan Pilkada langsung memang ada banyak catatan koreksi. Tapi apakah karena pembiayaan politik yang tinggi atau politik uang, lalu mekanisme pembenahannya dengan mengganti sistem? Menurut saya itu tidak tepat,” tegasnya.

Menurut Iqbal, akar persoalan Pilkada justru terletak pada mekanisme rekrutmen dan pencalonan calon kepala daerah. Dalam praktiknya, proses pencalonan kerap dibebani ongkos politik sejak tahap awal, terutama melalui praktik mahar dalam proses rekomendasi.

“Bukan rahasia umum praktik mahar politik dalam proses rekomendasi calon kepala daerah masih banyak terjadi. Ini faktor paling awal yang membuat ongkos politik sudah mahal bahkan sebelum Pilkada dimulai,” katanya.

Dampak dari mekanisme pencalonan yang mahal tersebut, lanjut Iqbal, adalah tersingkirnya banyak kader atau tokoh partai potensial di daerah. Mereka gagal maju bukan karena kapasitas atau rekam jejak, melainkan karena kalah secara finansial dibandingkan figur baru yang dinilai lebih siap modal.

“Ada banyak kader atau tokoh partai di daerah yang sebenarnya potensial, tetapi gagal mendapat rekomendasi hanya karena isi tasnya dinilai kalah meyakinkan dari figur baru, meskipun tidak memiliki rekam jejak di politik. Dampaknya, elite politik di daerah terbelah dan keterbelahan itu menjalar hingga ke akar rumput, bahkan sampai Pilkada selesai,” jelasnya.

Berbagai persoalan tersebut, menurut Iqbal, kemudian membentuk narasi bahwa Pilkada langsung dianggap terlalu mahal dan bermasalah. Narasi inilah yang kerap dijadikan dasar untuk membenarkan wacana pengembalian pemilihan kepala daerah ke DPRD.

Lebih jauh, menurut Iqbal, Pilkada langsung hadir sebagai koreksi atas model demokrasi elitis di masa lalu. Tanpa reformasi serius pada mekanisme rekrutmen dan pencalonan, pengembalian pemilihan kepala daerah ke DPRD bukan hanya merupakan kemunduran demokrasi, tetapi juga menghilangkan peran rakyat dalam posisi tawar menentukan kepemimpinan daerah.

“Mengubah sistem Pilkada langsung kembali dipilih DPRD, selain merupakan kemunduran demokrasi, juga tidak menyelesaikan akar masalah Pilkada langsung hari ini. Secara sistemik malah menjadikan rakyat hanya sebagai fitur demokrasi tanpa fungsi, karena dinon-aktifkan perannya dalam menentukan kepemimpinan daerah,” tandasnya.

Iqbal juga menepis anggapan bahwa pemilihan kepala daerah oleh DPRD akan otomatis menghilangkan praktik politik uang. Dengan jumlah pemilih yang terbatas, proses politik justru berpotensi bergeser dari ruang publik yang transparan menuju ruang elite yang lebih tertutup.

“Alih-alih menghilangkan politik uang, Pilkada lewat DPRD justru memindahkan proses politik dari ruang terang yang bisa diawasi publik ke ruang gelap, di mana lobi elite yang lebih transaksional lebih mudah terjadi,” pungkas Iqbal.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain