Ratusan warga memadati lokasi bencana banjir bandang di Desa Bukit Batabuah Kabupaten Agam, Minggu (12/5/2024). Hingga saat ini sebanyak 15 warga dilaporkan meninggal dunia akibat bencana itu. (Antara/Altas Maulana).

Jakarta, aktual.com – Pemerintah kembali menegaskan klaim percepatan pemulihan pascabencana di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat. Pemerintah menyebut, hingga Minggu, 28 Desember 2025, ribuan hunian sementara (huntara) telah dibangun, dan dana tunggu hunian mulai dicairkan bagi korban terdampak.

Hal ini disampaikan dalam Konferensi Pers Pemulihan dan Rencana Strategis Pascabencana Jelang Akhir Tahun, di Jakarta, Senin (29/12/2025).

Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno menyatakan, percepatan pemulihan merupakan instruksi langsung Presiden yang harus dijalankan secara terkoordinasi.

Namun, ia tak menampik kondisi di lapangan masih timpang. Sebagian wilayah telah beralih ke fase rehabilitasi dan rekonstruksi, sementara daerah lain masih bertahan dalam status tanggap darurat.

“Ada daerah yang sudah masuk rehabilitasi dan rekonstruksi, tetapi ada juga yang masih memperpanjang masa tanggap darurat karena kondisi di lapangan belum memungkinkan,” ujarnya.

Huntara dan Dana Tunggu Hunian

Salah satu capaian yang paling ditonjolkan pemerintah adalah pembangunan huntara. BNPB mencatat 1.050 unit huntara telah dibangun di tiga provinsi terdampak.

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari menyebut angka tersebut masih akan bertambah. Meski begitu, pemerintah belum bisa memastikan berapa total kebutuhan huntara.

“Kami masih menunggu finalisasi data kerusakan dari pemerintah daerah. Pendataan ini penting supaya tidak terjadi tumpang tindih dan salah sasaran,” ujar Muhari.

Selain huntara, pemerintah juga mulai mencairkan dana tunggu hunian sebesar Rp600 ribu per kepala keluarga per bulan. Namun, bantuan ini baru menyentuh sebagian korban.

Abdul Muhari mengatakan, hingga kini baru 16.264 KK yang datanya terverifikasi dan masuk tahap pencairan awal. Namun, ia mengakui, masih banyak korban yang belum masuk daftar penerima.

“Sisanya masih dalam proses pendataan oleh pemerintah daerah. Kami tidak bisa mencairkan sebelum datanya valid,” ucap Muhari.

Penyaluran dana tersebut, katanya, dilakukan dengan skema jemput bola. Pemerintah menunjukan bank setempat untuk turun ke tiap wilayah terdampak dan membagikan dana tersebut

“Masyarakat tidak perlu membawa KTP atau KK, karena datanya sudah kami cocokkan,” katanya.

Ribuan Personel TNI Diturunkan

Sementara itu, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto menyatakan, hampir 38 ribu personel diterjunkan ke wilayah terdampak.

“TNI mengerahkan sekitar 37.910 personel, termasuk penambahan 15 batalion, untuk membantu pembangunan huntara, huntap, dan infrastruktur pendukung,” kata Agus.

Menurutnya, tugas TNI tidak hanya membangun hunian, tetapi juga membuka akses wilayah terdampak.

“Kami membangun jembatan darurat, membersihkan lumpur di sekolah, pesantren, jalan, dan fasilitas umum, serta mendukung penyediaan air bersih dan trauma healing,” ujarnya.

Hingga kini, TNI mengklaim telah membangun 32 jembatan darurat, serta mengerjakan 40 jembatan Aramco, sebagian di antaranya sudah digunakan masyarakat.

DPR Ingatkan Negara Jangan Berhenti di Klaim

Terpisah, Anggota Komisi XIII DPR RI M. Shadiq Pasadigoe menilai, pembangunan huntara dan pencairan bantuan belum cukup jika tidak disertai kepastian relokasi permanen.

“Hak mereka atas tempat tinggal yang aman tidak boleh tertunda. Negara tidak boleh berhenti hanya pada huntara,” kata Shadiq.

Menurutnya, warga di zona merah membutuhkan kepastian hunian tetap, bukan sekadar tempat tinggal sementara.

“Kalau warga hanya dipindahkan sementara tanpa kejelasan rumah relokasi, itu sama saja memindahkan masalah,” ujarnya.

Ia menegaskan, pemulihan pascabencana menyangkut pemenuhan hak dasar warga negara.

“Ini bukan sekadar soal membangun infrastruktur. Ini soal martabat warga dan tanggung jawab negara,” kata Shadiq.

DPR, lanjut dia, akan terus mengawasi proses rehabilitasi dan rekonstruksi agar tidak berhenti pada klaim percepatan administratif.

“Kami akan kawal agar pemulihan benar-benar dirasakan warga, bukan hanya tercatat di laporan,” ujarnya.

Laporan: Taufik Akbar Harefa

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi