Oleh: Murniatun Margono (Direktur pengkajian hukum, advokasi hak-hak asasi manusia dan kesehatan global, Global Future Institute)
Jakarta, aktual.com – Akhir tahun 2025 Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Aceh diguncang bencana. Warga masyarakat di ketiga daerah tersebut tiba-tiba menghadapi situasi yang tak terbayangkan sebelumnya.
Tiba-tiba, rumah-rumah hanyut beserta barang-barang di dalamnya, masyarakat berlari tunggang-langgang menuju tempat yang lebih tinggi dengan hanya membawa diri dengah hanya mengenakan baju yang melekat di badannya saat banjir bandang yang tiba-tiba datang begitu saja entah darimana.
Hujan lebat tiada henti dengan intensitas yang tinggi terjadi sekitar tanggal 25-27 November 2025 membuat daerah-daerah di kawasan tersebut bagaikan kota mati rata dengan puing-puing rumah. Wacana penyebab banjir muncul namun yang paling santer terdengar, berkaitan dengan kerusakan alam akibat penanaman sawit.
Pertanyaan pentingnya di sini, Apakah bencana Sumatera akhir-akhir ini adalah sebuah musibah yang alamiah? Atau, benarkah bencana akibat kelalaian masyarakat? Atau kemungkinan lain, musibah lantaran kita yang tidak tanggap terhadap bagaimana mengantisipasi dan menanggulangi saat bencana itu tiba?
Ketiga pertanyaan tersebut tidak mudah untuk djawab, apalagi sebagai jawaban yang kongklusif. Apalagi ungkapan bijak berkata: Jawaban yang cepat atas sebuah pertanyaan, biasannya merupakan jawaban yang tidak benar.
Boleh jadi itu pula yang menyebabkan pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowi Subianto tidak dengan serta merta memberlakukan bancana yang melanda tiga kepulauan di bumi nunsantara tersebut sebagai Bencana Nasional.
Pemerintah pastinya punya banyak pertimbangan, yang sayangnya banyak luput dari perhatian media massa kita baik dalam lingkup nasional maupun daerah. Karena itu pula, saya tertarik untuk menelaah fenomena bencana alam di ketiga daerah kita tersebut dari sudut pandang yang belum banyak diulas pelbagai kalangan.
Misalnya, Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC). Memangnya ada apa dengan TMC. Fakta bahwa pesatnya Perkembangan Teknologi saat ini, telah memungkingkan hal yang dulu masih sulit dibayangkan sekarang sudah menjadi kenyataan.
Rekayasa cuaca sejatinya sudah lama dilakukan oleh berbagai negara di dunia melalui TMC ini. Artinya, TMC ini dapat digunakan pada saat kemarau untuk mempercepat turunnya hujan.
Artinya, hujan dapat diatur dengan menggunakan teknologi untuk diturunkan di darat saat kemarau atau diturunkan di laut sebelum sampai ke daratan untuk mencegah banjir.
keserakahan manusia menyebabkan terjadinya bencana dan kita tidak bisa mengelak bahwa teknologi saat ini cukup canggih untuk dapat melakukan modifikasi cuaca dan menghindari bencana besar.
Lantas jika sawit di luar maupun di dalam negeri dikecam oleh sebagian kelompok lantas siapa yang akan diuntungkan akan hal ini? Yo mikir!
Untuk sementara, sekian dulu dari saya.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain















