Jakarta, Aktual.co — Arah kebijakan pemerintahan Jokowi sepertinya telah bergeser dari pro rakyat ke pro kapitalis yang berpotensi menjadi neoliberal.
Demikian disampaikan Hafisz Tohir Ketua Komisi VI DPR dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (6/1).
Anggapan, kata dia, ini tampak dari naiknya harga elpiji 12 kg dengan sebelumnya menurunkan harga BBM yang hanya Rp 900 per liter dengan beralasan ikut mekanisme pasar.
“Penurunan harga BBM yang semula Rp.8.500 per liter menjadi Rp. 7.600 per liter dimana harga minyak dunia saat ini hanya Rp.6000 per liter sama saja memindahkan fiskal yang berat kepada rakyat,” ungkapnya.
Dengan diturunkannya harga BBM yang kemudian menaikkan harga elpiji 12 kg menjadi sekitar Rp. 160.000 per tabung Pemerintah telah melakukan tindakan yang tidak fair dalam penentuan harga.
“Seharusnya kalau memang harga minyak diserahkan ke pasar bebas, harusnya bea produksinya lebih rendah yaitu tidak lebih dari Rp. 6000 per liter” ujarnya.
Kebijakan ini telah melanggar pasal 33 UUD 1945 yang melarang adanya penguasaan sumber daya alam di tangan peseorangan dan juga keputusan Mahkamah Konstitusi.
“Hafisz menyatakan bahwa ongkos atau harga energi nasional yang menyangkut hajat hidup rakyat banyak tidak boleh dilepas ke pasar bebas. Ia juga memandang pemerintahan Jokowi telah jauh bergeser dari janji-janji pada pilpres lalu,” demikian Hafisz.
Laporan: Nailin
Artikel ini ditulis oleh:

















