Jakarta, Aktual.co —  Mahkamah Agung disarankan untuk memperbaiki Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) terkait pembatasan pengajuan Peninjauan Kembali (PK) suatu perkara yang dikeluarkan beberapa waktu yang lalu.
“SEMA itu menurut saya diperbaiki bukan hanya menyatakan satu kali tapi mengatur bagaimana persoalan (pengajuan-red) novum itu diatur. Apakah itu betul novum baru ketentuan – ketentuan (terkait hal-red) itu (yang perlu diatur-red),” kata Mantan Hakim Konstitusi Harjono kepada wartawan di Kompleks Istana Presiden Jakarta, Senin (5/1).
Ia mengatakan upaya hukum dengan mengajukan PK sulit untuk dipandang menghalang-halangi eksekusi atas hukuman, terlebih hukuman mati.
“Jadi bila dikatakan tertunda oleh PK ya dilihat kasus per kasus apa iya seperti itu. Ternyata Gunawan Santosa tidak pernah mengajukan PK, sudah beberapa tahun tidak segera dieksekusi,” katanya.
Ia menambahkan,”jadi bukan PK kan penyebabnya, kalau kasus lain ya kita periksa saja. Diperiksanya bagaimana, ya sangat mudah untuk menentukan novum atau bukan, karena kalau hukuman mati pasti satu kepastian hakim yakin betul dengan keputusan itu.” Karena itu, Harjono, yang juga menjadi anggota Panitia Seleksi Calon Hakim Konstitusi tersebut mengatakan sebaiknya Mahkamah Agung mengatur kembali hal-hal teknis terkait pengajuan PK.
“Bila kemudian yang dihadirkan adalah saksi yang pernah hadir ya tidak usah karena dulu sudah pernah, karena seringkali cari-cari alasan saja, mengaturnya saya kira disitu bukan membatasi satu kalinya,” tegasnya.
Ia memaparkan sebuah vonis hukuman, apalagi hukuman mati yang dijatuhkan oleh hakim, tentunya sudah melalui pertimbangan yang matang disertai dengan hal-hal yang menguatkan keputusan hakim tersebut.
“Hukuman itu jatuh pada mereka yang sepatutnya untuk dihukum, karena itu sebetulnya karena itu hambatannya pada hukuman mati, sebetulnya dalam menjatuhkan hukuman mati ada beberapa alasan. Alasan pertamanya memang jelas, pembunuhan yang tertangkap tangan dan terencana saya kira novum tidak akan ada lagi. Bagaimana novum akan ditemukan di depan banyak orang dia membunuh, atau narkoba, dia membawa sendiri dan tertangkap tangan di bandara itu jelas,” katanya.
Harjono menambahkan,”untuk hukuman mati yang dijatuhkan karena adanya petunjuk-petunjuk (bukan tertangkap tangan, namun bukti hukum atau kesaksian-red) itu yang jadi masalah. Jadi sebetulnya kalau ada aturan, aturannya adalah bagaimana memeriksa ada novum baru atau tidak. Bukan kemudian dihilangkan (kesempatan mengajukan PK-red) semuanya atau satu kali saja.” Mahkamah Agung menerbitkan Surat Edaran Mahkamah Agung SEMA Nomor 7 Tahun 2014 pada 31 Desember 2014.
SEMA tersebut menegaskan bahwa permohonan Peninjauan Kembali (PK) hanya sekali, padahal MK melalui Putusan No. 34/PUU-XI/2013 memutuskan bahwa permohonan PK dapat dilakukan lebih dari satu kali.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby