Jakarta, Aktual.co — Pemerintah tidak harus menerima rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Migas (RTKM) untuk menghapus bahan bakar premium RON 88 karena belum melalui kajian secara komprehensif.

“Saya tidak melihat itu sudah dikaji secara komprehensif untuk dijadikan pertimbangan karena rekomendasi TRTKM baru sebatas hasil kajian atas aspek finansial terkait adanya dugaan penyelewengan atau mafia,” kata Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (Iress), Marwan Batubara, Rabu (24/12).

Menurut dia, tim seharusnya bukan cuma melihat aspek finansial tetapi melakukan kajian dari aspek strategis nasional lainnya. Antara lain ketahanan energi, kebutuhan NOC, aspek ekonomi terkait pengilangan di dalam negeri, dividen yang dibayarkan Pertamina, dan sebagainya.

“Jadi intinya, untuk membuat rekomendasi itu dibutuhkan semua aspek. Rekomendasi ini baru 1/3 atau 1/5 aspek yang baru diambil, sehingga seperti itulah rekomendasi yang dihasilkan,” ujarnya.

Atas dasar itu, Marwan berpandangan pemerintah tidak harus menelan mentah-mentah rekomendasi tim tersebut untuk dijadikan kebijakan.

Terlebih, ia menduga rekomendasi tersebut berbau kepentingan asing agar bisa menjual BBM secara ritel di Indonesia.

Ia mengatakan Indonesia adalah pasar besar dan pemain asing selama ini terhambat dengan adanya BBM premium bersubsidi sehingga jika rekomendasi begitu saja langsung dituruti, banyak sekali kerugian nasional yang akan dialami.

“Secara nasional, ketahanan energi akan turun, dominasi BUMN akan turun, deviden dari Pertamina akan turun, lalu ketahanan energi kita akan tergantung asing,” jelasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka