Jakarta, Aktual.co — Raihan, bocah berumur 10 tahun yang tewas di lubang bekas tambang, merupakan korban tewas ke-9 di lubang bekas tambang batubara yang beracun dan dibiarkan menganga di Kalimantan Timur.
Berdasarkan siaran pers yang diterima Aktual.co dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kaltim, pada 24 April 2013 dan 21 April 2014 Jatam Kaltim sudah pernah mengirim surat mempertanyakan kinerja kepolisian, DPR RI hingga Komnas Anak dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia terkait penanganan kasus tewasnya banyak korban di lubang tambang sebelumnya..
Penyidikan kasus ini berlarut-larut tanpa kepastian. Jika terjadi penghentian penyidikan perkara pun mestinya harus sesuai dengan koridor yang diatur oleh pasal 184 KUHAP, seperti tidak adanya pengakuan, saksi, surat atau benda-benda yang ada hubungannya dengan tindak pidana bersangkutan.
Jika pasal 184 tersebut tak terpenuhi, penyidik semestinya tetap meneruskan penyidikan dengan terus membuka diri dan transparan atas perkembangan penyidikan kepada publik.
DPRD juga diminta pertanggungjawaban politik dengan mendesak wali kota Samarinda untuk menghukum Perusahaan dan memanggil Walikota melalui Hak Interpelasi dan Angket.
Sejumlah perusahaan yang dianggap patut bertanggung jawab atas kejadian maut ini adalah PT Hymco Coal (2011), PT. Panca Prima Mining (2011), PT. Energi Cahaya Industritama (2014) dan lubang yang disebut-sebut warga diduga merenggut nyawa Raihan, PT. Graha Benua Etam (GBE).
JATAM Kaltim meminta Walikota mengusut tuntas kasus ini atau mundur dari jabatan, karena telah gagal dan lalai atas tanggungjawabnya.
Artikel ini ditulis oleh:

















