Semarang, Aktual.co —Direktur Insitute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi menilai pemerintah terlalu campur tangan terhadap revitalisasi organisasi Komando Nasional Resimen Mahasiswa (Konas Menwa).
Pasalnya, organisasi itu bukanlah lembaga yang dibentuk dan dikelola oleh pemerintah, melainkan sebuah Ormas.
“Ini tidak ada bedanya dengan organisasi sejenis seperti Pemuda Pancasila (PP), Pemuda Panca Marga (PPM) atau yang lainnya,” kata dia kepada aktual.co, Minggu (21/12).
Ketidaksepakatan pihaknya menyusul penandatanganan Peraturan bersama oleh Menteri Pertahanan, Menteri Riset Dikti, Menteri Dalam Negeri serta Menteri Pemuda dan Olahraga yang digelar berbarengan dengan Peringatan Hari Bela Negara di kawasan Monas, Jumat (19/12/2014) pagi.
Menurut dia, kesepakatan bersama terkesan tergesa-gesa dan dipaksakan, jika tidak bisa dikatakan ceroboh dan gegabah. Pemerintah seolah hanya mengejar momentum simbolis padahal rumusan pola pembinaannya belum matang betul dan melalui uji publik.
“Harus dipahami, sejak awal kelahirannya, Menwa adalah kegiatan mahasiswa yang bersifat intra kampus sebagai wadah ekstra kurikuler plus. Dimana plusnya?. Ini terkait posisinya sebagai wujud peran serta mahasiswa dalam upaya bela negara,” kata dia.
Masih kata dia, Menwa yang juga dibekali kemampuan dasar kemiliteran adalah komponen cadangan dalam sistem pertananan negara. Kaitan itulah yang menjawab mengapa Menwa harus diurus oleh pemerintah. “Konstitusi kita mengatur bahwa segala urusan yang menyangkut pertahanan harus dikelola oleh pemerintah pusat. Pemerintah Daerah saja tidak punya hak mengatur, apalagi ormas,” terang dia.
Ia mengatakan, keterlibatan Gubernur dan aparaturnya di daerah adalah karena ia adalah perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah. Pun demikian dengan keterlibatan unsur TNI seperti Kodam di masa lalu, karena perannya sebagai pelaksana tugas dan fungsi Kementerian Pertahanan di teritorialnya. Sementara, jelasnya, rektor adalah ujung tombak pembinaan, karena Menwa berbasis di kampus. Untuk mengaturnya, maka dilibatkanlah kementerian Riset Dikti yang merupakan penjuru pembinaan pendidikan tinggi secara nasional.
“Lalu apa jadinya jika Konas Menwa diperankan sebagai induk organisasi? Tentu ini janggal dan berbahaya bagi pengembangan dan revitalisasi Menwa. Konas ini berstatus organisasi kemasyarakatan pemuda. Ini kurang lebih sama dengan GP Ansor, HMI, Pemuda Pancasila, dan lainnya. Mereka secara formal tidak boleh berada di dalam kampus,” beber dia.
Ditegaskannya, keempat kementerian terkait harus segera mereview peran Konas ini dan memikirkan lembaga yg tepat untuk membina Menwa. Bisa saja dengan struktur mirip Pramuka atau cukup hanya dibebankan pada fungsi teknis dalam kementerian yang terkait untuk memudahkan koordinasi dan merumuskan pola pembinaan yang berlaku sama seluruh Indonesia. Sedangkan Komando teknis hanya di dalam perguruan tinggi hingga di tingkat provinsi.
Artikel ini ditulis oleh:

















