Jakarta, Aktual.co —   Penurunan harga minyak mentah dunia merupakan salah satu sinyal terjadinya perang dingin keuangan antara Amerika beserta sekutunya dengan negara bekas komunis seperti Rusia dan China. Untuk negara penghasil minyak dan pengekspor minyak, runtuhnya harga minyak akan semakin memperburuk ekonomi bangsa.

“Penurunan harga minyak secara terus-terus akan mengancam eksistensi Pertamina, bahkan bisa membuat bangkrut. Mengancam APBN. Mengancam stabilitas nasional,” ujar Direktur Eksekutif Energi Watch Indonesia (EWI) Ferdinand Hutahaean di Jakarta, Rabu (17/12).

Pada 2014, Pertamina menargetkan pendapatan (omzet) senilai USD79 miliar atau setara dengan Rp830 triliun dengan asumsi kurs rupiah terhadap dolar Rp10.500/USD. Angka pendapatan tersebut lebih tinggi sekitar 6% dibandingkan dengan prognosa pendapatan 2013. Selain itu, target laba bersih Pertamina 2014 sebesar USD3,44 miliar atau kurang lebih Rp36,12 triliun. Menurutnya, pendapatan Pertamina dengan harga minyak murah, tidak cukup membayar biaya produksi yang tiap tahun naik.

“Pasalnya, pendapatan Pertamina terancam tidak mencapai target dengan harga minyak di angka USD50/bbl. Bagaimana Pertamina membayar cicilan utang dan gaji karyawan serta operasional jika pendapatan lebih kecil dari pengeluaran. Ini bahaya dan ancaman serius bagi Pertamina,” ujarnya.

Secara global, Perusahaan minyak umumnya terus memproduksi minyak dari sumur mereka, tapi harga yang turun tajam mengurangi pendapatan dan memaksa mereka untuk mengurangi pengeluaran untuk proyek-proyek eksplorasi baru.

“BP mengumumkan pekan lalu bahwa pihaknya akan mencoba untuk memangkas USD1 miliar dalam belanja tahun depan. Bahkan analis memperhitungkan akan ada ribuan PHK,” ujar AP Business yang ditulis Mae Anderson.

Negara yang mengandalkan pajak dari produksi energi seperti Alaska, North Dakota, Oklahoma dan Texas bakal mengalami penurunan pendapatan dan beberapa perusahaan energi sudah harus memangkas anggaran.

“Eksportir minyak utama seperti Iran, Irak, Rusia dan Venezuela sangat bergantung pada pendapatan dari perusahaan-perusahaan minyak milik negara. Pendapatan dari perusahaan minyak menopang jalannya pemerintahan. Sebagai contoh, Bank of America memperkirakan bahwa setiap minyak turun USD1, Venezuela mengalami penurunan USD770 Milion. Sedangkan harga sekarang USD47, pendapatan Venezuela berkurang USD36 bilion,” lanjutnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka