Yogyakarta, Aktual.co — Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian DIY, Djarot Margiantoro, mengakui masih banyak ‘penjahat pupuk’ dalam dunia pertanian di Indonesia saat ini. 
Hal itu tidak terlepas karena tingginya disparitas harga antara pupuk bersubsidi dan pupuk non subsidi yang dijual di pasaran.
Tingginya disparitas harga yang mencapai 300 persen lebih dinilai menjadi salah satu faktor yang membuat banyak pihak-pihak tak bertanggung jawab mengambil keuntungan dari hal tersebut. Mulai dari distribusi pupuk yang diselewengkan, hingga permainan timbangan pupuk yang dikurangi.
“Memang di pupuk itu banyak penjahatnya. Ini karena disparitas harga pupuk sangat tinggi. Sebagai gambaran jika pupuk subsidi itu harganya Rp1800/kg, maka harga pupuk non subsidi itu bisa Rp6000/kg. Disparitas yang menarik inilah yang akhirnya membuat banyak pihak yang sebenarnya tidak berhak justru berusaha mendapatkan pupuk bersubsidi,” katanya.
Selain itu, adanya produksi dan penjualan pupuk dalam bentuk tablet merupakan pembodohan bagi petani. Bagaimana tidak, selisih harga antara pupuk dalam bentuk granul atau pril dengan bentuk tablet bisa mencapai Rp4000/kg, meski sebenarnya fungsinya sama saja.
“Saya juga cek banyak pupuk subsidi yang disalurkan itu tidak sesuai dengan berat timbangan aslinya. Jika mestinya satu karung pupuk itu isinya 50 kilo, tapi kenyatanya beratnya hanya 47,48 atau maksimal 49kg. Dari selisih timbanhan ini saja jika saya hitung-hitung kerugian negara bisa mencapai Rp12,8 m per tahun. Itu baru untuk satu item pupuk subsidi saja. Padahal ada 5 item,” katanya.
Menurut Djarot, banyaknya penyelewengan pupuk bersubsidi tersebut terjadi pada saat penyaluran. Baik itu dicuri selama diperjalanan, terutama lini 3 atau lini 4, maupun di tingkat pengecer.
“Tentu yang paling dirugikan adalah negara serta para petani. Dimana tak jarang keberadaan pupuk menjadi sangat langka. Kalaupun ada harganya menjadi sangat mahal,” katanya.
Sebenarnya pemerintah telah membentuk komisi pengawasan pupuk yang mengawasi pendistribusian pupuk bersubsidi, non subsidi maupun pestisida, salah satunya adalah dengan adanya polisi pupuk.
“Di DIY sendiri kita juga menemukan adanya indikasi sejumlah pedagang nakal semacam itu. Selama ini kita masih peringatkan mereka sebagai bagian upapa preemtif dan prefentif. Namun jika masih melanggar maka tahun depan kita akan tindak agar menimbulkan efek jera,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh: