Jakarta, Aktual.co — Pelemahan nilai tukar rupiah bisa memicu peningkatan komoditas orientasi ekspor sehingga bisa menambah devisa negara dalam bentuk dolar AS. Namun, impor dalam negeri juga mengalami peningkatan signifikan, sehingga memperparah devisit ekspor-impor yang dialami negara.

“Kita tahu, Indonesia adalah negara yang suka impor, sehingga walaupun di negara kita berbagai kebutuhan sandang maupun pangan sudah ada, tetap saja impor di sektor tersebut dilakukan,” ujar Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara di Banjarmasin, Senin (16/12).

Kondisi tersebut, kata dia, membuat dolar di Indonesia terus menguat, karena dolar datangnya dari devisa, sedangkan devisa berasal dari ekspor dan masuknya modal asing ke dalam negeri.

“Dengan terjadinya devisit ekspor, maka secara otomatis pendapatan devisa juga turun, sehingga dolar menjadi langka dan menguat,” kata Mirza.

Mengantisipasi hal tersebut, tambah dia, maka negara mengambil langkah-langkah, yaitu dengan melakukan pengetatan fiskal, antara lain dengan mengurangi subsidi BBM.

“Kendati kebijakan tersebut baru berjalan beberapa waktu, namun telah ada hasilnya, kini devisit ekspor – impor berkurang menjai 26 miliar dolar AS atau turun sekitar 3 miliar dolar AS,” katanya.

Kendati penurunan devisit tersebut tidak terlalu signifikan, namun dampak ikutan lainnya cukup bagus bagi prospek pertumbuhan ekonomi Indoensia.

Menurut Mirza, pengurangan subsidi BBM yang disikapi secara tenang dan aman, juga mendapatkan apresiasi positif dari luar, yang ditandai dengan masuknya modal dalam bentuk penanaman modal asing (PMA) atau porfolio invesment.

Penanaman modal senilai 25 miliar dolar AS tersebut dalam bentuk ekspansi modal pemerintah maupun modal swasata.

“Melihat dari hal tersebut, ketergantungan Indonesia terhadap ekonomi luar negeri memang sangat besar, sehingga Indonesia tidak bisa mengabaikan kondisi politik maupun ekonomi negara lain,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka