Jakarta, Aktual.co —Bila K-Pop (Korean Pop) menjadi kosakata yang tidak asing didengar oleh generasi muda Indonesia, maka “blusukan” juga tak asing bagi pemimpin Korea Selatan (Korsel).

Setidaknya hal itu diungkapkan Presiden Korsel Park Geun-hye saat mengawali pertemuan bilateral dengan Presiden Joko Widodo di Busan, Korea Selatan, Kamis (11/12) lalu .

“Saya dengar yang mulia blusukan dan e-blusukan, untuk menjalankan reformasi negaranya,” kata Presiden Park kepada Presiden Jokowi.

Blusukan berasal dari bahasa Jawa. Blusukan biasanya diartikan sebagai kegiatan menjelajahi suatu tempat.

Kata blusukan menjadi kosakata nasional saat Jokowi maju sebagai Gubernur DKI Jakarta. Kata ini menjadi konsumsi media massa Ibu Kota. Dari Ibu Kota, kata ini ditransmisikan ke berbagai daerah.
 
Saat menjadi Gubernur inilah, Jokowi hampir setiap hari menemui masyarakatnya. Jokowi tidak segan masuk kolong, mendatangi kampung-kampung kumuh ataupun masuk pasar tradisional.

Kata blusukanpun kemudian beralih rupa, digunakan banyak media setiap Jokowi berkegiatan di luar hingga saat ini.
 
Di zaman pemerintahan sebelumnya dikenal istilah kunjungan kerja untuk kegiatan di luar, ke daerah ataupun ke luar negeri. Konsep kunjungan kerja boleh jadi terasa amat kaku bagi Presiden Jokowi yang lebih spontan.
 
Kini istilah blusukan lebih dikenal dibandingkan kunjungan kerja setiap Presiden Jokowi ke luar daerah atau bahkan ke luar negeri.

Seiring dengan kemajuan teknologi informsi, e-blusukan (blusukan elektronik) juga diperkenalkan dalam kegiatan Presiden. Para relawan Jokowi menjadi garda depan dalam kegiatan e-blusukan.

E-blusukan merupakan kegiatan bertemu masyarakat lewat fasilitas video jarak jauh dengan menggunakan jaringan internet.

Sehingga tanpa harus ke daerah, Presiden sudah dapat bertatap muka dan menyerap aspirasi.

Di masa sebelumnya sering pula di sebut “video conference”. Biasanya kegiatan ini dilakukan Presiden di Binagraha, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.
Presiden Jokowi hingga saat ini setidaknya telah melaksanakan enam kali e-blusukan.
 
Negeri K-Pop Presiden Jokowi didampingi Ibu Negara Iriana Joko Widodo dan sejumlah menteri pada 10-12 Desember 2014 melakukan lawatannya atau blusukan ke Busan, Korea Selatan.

Menteri Koordinator Perekonomian Sofjan Djalil, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi menjadi pendampingnya.

Sementara Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi telah menunggu di Negeri Ginseng tersebut.

Agenda utama Presiden di kota pelabuhan tersebut adalah menghadiri KTT Perayaan Dialog ASEAN-Korea yang ke-25 yang digelar di hari terakhir lawatan.

Namun seperti biasa, sebelum menghadiri KTT, Jokowi pun meninjau, berdialog dan melakukan serangkaian pertemuan dengan Presiden Korsel Park Geun-hye maupun kalangan pengusaha.

Di negeri inilah, Presiden Jokowi terkagum-kagum. Meski usia Korsel merdeka pada 15 Agustus 1945, dua hari sebelum Indonesia merdeka, namun secara ekonomi dan teknologi, Korsel jauh melampaui Indonesia.

 Korsel yang tercabik-cabik karena perang Korea pada 1950-1953, mampu bangkit mengungguli banyak negara.

Di zaman ini, siapa yang tidak kenal Samsung? Produksi telepon selularnya mendunia, dikonsumsi berbagai lapisan masyarakat di muka bumi ini, meninggalkan perusahaan-perusahaan Jepang, negara yang pernah menjajahnya.

Reformasi birokrasi di negeri ini juga dinilai sangat mumpuni. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mengatakan, Korsel merupakan contoh teladan keberhasilan reformasi birokrasi.

E-governement yang kini tengah tumbuh di banyak negara, telah diterapkan negara tersebut dengan baik. Maka tak heran sejumlah negara di ASEAN, Singapura, Malaysia dan Singapura, menurut Yuddy, berguru ke Korsel.

Kapal Selam Kekaguman Jokowi atas keberhasilan Negeri Ginseng tersebut tidak bisa disembunyikan. Dalam sebuah kunjungan meninjau perusahaan pembuat kapal Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME), Jokowi menuliskan di buku tamu, “Teknologi yang luar biasa”.

DSME yang berjarak sekitar 1,5 jam dari hotel tempat Presiden menginap di Busan, Korsel. Pagi sekitar pukul 09.00 waktu setempat, dua jam sebelum pertemuan bilateral dengan Presiden Park.

Suhu di Busan waktu itu sekitar 7 derajat celsius. Sementara pukul 7 pagi, Busan tampak masih gelap. Di Busan saat itu, shalat Subuh sekitar pukul 06.00 waktu setempat.

Presiden meluncur ke DSME untuk melihat salah satu perusahaan terbesar dalam pembuatan kapal tersebut. Perusahaan yang berdiri pada 1970 tersebut, membuat berbagai rupa kapal, kapal penumpang, kapal minyak sampai dengan kapal selam.

Indonesia merupakan pemesan tiga kapal selam dari perusahaan ini. Bekerja sama dengan PT PAL, DSME membuat tiga kapal selam untuk keperluan militer berjenis Changbogo. Indonesia saat ini memiliki dua kapal selam produkis Jerman tahun 1981.
 
DSME yang memiliki kemampuan dan teknologi akan membuat dua kapal selam di pabriknya, sementara satu kapal lagi akan dibuat di galangan kapal PT PAL. Rencananya 2017 dan 2018, kapal selam tersebut akan dikirim.

Presiden Jokowi tak bisa menyembunyikan rasa kagumnya. “Itu luar biasa, luar biasa,” kata Presiden kepada wartawan di Pesawat Kepresidenan saat menuju Jakarta, Jumat (12/12) malam, mengungkapkan kekagumannya saat mengunjungi galangan pembuatan kapal selam DSME.

Presiden pun mengharapkan kerja sama antara PT PAL dan DSME akan dibarengi dengan transfer teknologi sehingga Indonesia juga mampu membuat kapal selam.

Kekurangan Insinyur Presiden Jokowi, seusai melihat berbagai kemajuan di Busan, dalam tatap muka dengan masyarakat Indonesia di Korea Selatan, Kamis (11/12) malam mengatakan kekhawatirannya terhadap kurangnya insinyur (ahli teknik) di Indonesia dalam pembangunan.

Kekhawatiran itu kemudian diungkapkan pula kepada wartawan di pesawat kepresidenan saat menuju ke Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (12/12) malam.

“Ini yang kita khawatirkan, kita akan menggarap infrastruktur, baik jalan tol, kereta api, dermaga, kemudian investor sudah masuk. Ketakutan dan kekahwatiran kita kekurangan SDM di bidang teknik, ini yang agak sedikit kita khawatirkan,” katanya.

Presiden pantas khawatir, karena tanpa ahli-ahli teknik, banyak pembangunan infrastruktur dan teknologi yang diagendakan besar-besaran akan sulit terealisir. Padahal, hal itu sangat dibutuhkan dalam menarik investasi.

Presiden sendiri di Busan telah bertemu dengan Presiden Korsel Park Geun-hye dan juga sejumlah pengusaha kelas kakap negara tersebut.

Presiden ingin memastikan kepada investor, Indonesia siap untuk menerima investasi. Persepsi tersebut telah diterima dengan positif oleh berbagai kalangan yang ditemui Presiden.

Untuk itu, pembangunan infrastruktur yang memadai tentu menjadi persoalan penting menyongsong para investor.

Menurut Menteri Koordinasi Perekonomian Sofyan Djalil saat ini tengah dihitung berapa besar kebutuhan untuk menyongsong percepatan pembangunan infrastruktur.

Dirinya mengatakan, pemerintah akan mengkaji upaya untuk mendorong agar para pelajar tertarik untuk memasuki fakultas-fakultas teknik.

Sementara itu, berita baik dari blusukan di Busan, menurut Menko Perekonomian, pekerja Indonesia yang bekerja di bidang teknik diakui oleh perusahaan-perusahaan Korsel.

Hal ini, menurut dia, disampaikan pengusaha Korsel saat bertemu Presiden di Busan. “Bahkan pekerja Indonesia dinilai lebih baik daripada pekerja Korsel,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh: