Yogyakarta, Aktual.co — Terkuaknya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) oleh CIA dalam menginterogasi sejumlah tahanan lewat sebuah laporan baru-baru ini, dipastikan memunculkan dinamika baru yang mengubah posisi Amerika Serikat (AS) di mata dunia internasional.
Hal ini karena, negeri Paman Sam itu, selama ini dianggap sebagai negara yang paling depan dalam menjaga demokrasi dan penegakkan HAM.
Pengamat Hukum Internasional Universitas Gajah Mada (UGM), Sigit Riyanto, menilai adanya laporan pelanggaran HAM oleh CIA itu menunjukkan bahwa AS selama ini tidak adil, karena AS menerapkan kebijakan yang absurd dan kebijakan standar ganda. Dimana di satu sisi AS selalu menekan negara lain untuk menegakkan HAM, namun di sisi lain AS justru melakukan pelanggaran HAM itu sendiri.
Meski begitu Sigit menilai hal tersebut juga harus dilihat dari konteks siapa yang memerintah negara Adi Daya itu. Pasalnya peristiwa penyiksaan/pelanggaran HAM terhadap para tahanan itu terjadi pada saat AS diperintah oleh partai Republik lewat presiden Josh Bush. Dimana hal itu terjadi setelah serangan 11 September.
“Pelanggaran HAM oleh CIA itu terjadi sebagai ‘reaksi’ Amerika atas ‘ancaman’ yang menyangkut keamanan nasional mereka. Apa yang dilakukan oleh CIA itu pararel dengan sikap pemerintah Bush yang menarik diri dari Statuta Roma. Padahal sebelumnya, saat masih dipimpin presiden Bill Clinton, AS lah salah satu negara penggagas Statuta Roma itu. Artinya memang sudah ada rencana sistematik, yang sekarang baru terkuak,” katanya kepada Aktual.co di Yogyakarta, Jumat (12/12).
Artikel ini ditulis oleh:

















