Jakarta, Aktual.co — Pemerintah Indonesia memastikan diri untuk bergabung dengan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) yang diprakarsai pemerintah Tiongkok. Hal itu disampaikan oleh Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro.

“Sudah, itu sudah ditandatangani. Kita resmi ikut AIIB,” ujar Bambang di Hotel Kempinski Jakarta, Kamis (11/12).

Dalam keikutsertaannya pada AIIB, Indonesia memberikan sejumlah persyaratan kepada Tiongkok yang menjadi pemegang saham terbesar di bank yang kerap disebut saingan dari World Bank, Asian Development Bank (ADB), dan International Monetary Fund (IMF) tersebut.

“Pertama, kita harapkan regional head­quarter-nya ada di Indonesia. Presiden juga mengharapkan direksi utamanya menyertakan pejabat dari Indonesia. Itu yang akan diperjuangkan,” kata Menko Perekonomian, Sofyan Djalil.

Lebih lanjut dikatakan Sofyan, dengan bergabungnya Indonesia ke AIIB akan menumbuhkan infrastruktur di tanah air. Selain itu, modal dasar AIIB juga sangat besar yakni USD100 miliar, namun setengahnya berasal dari kantong Tiongkok

“Untuk mendapatkan pinjaman dari AIIB, kita harus bersaing dengan negara-negara lain yang sudah bergabung lebih dulu di sana. Tapi ini kan alternatif pembiayaan disamping pinjaman dari World Bank dan ADB,” pungkasnya..

Sebelumnya, Presiden Jokowi menginginkan AIIB berkantor di Indonesia. Dengan begitu, menurut dia, akan ada aliran dana yang masuk ke Indonesia.

“Saya juga meminta AIIB kantornya harus di Indonesia. Mengapa? Ya berarti ada aliran uang masuk ke kami sehingga pembiayaan-pembiayaan infrastruktur jangka panjang ada dananya, ada uangnya, karena itu menjadi rebutan hampir 20 negara,” tutur Jokowi di Beijing.

Untuk diketahui, AIIB merupakan prakarsa Tiongkok untuk memecah kelambanan dalam pembangunan infrastruktur di Asia Pasifik. Sejalan dengan hal tersebut, Indonesia memang memerlukan dana yang besar untuk membuat infrastruktur. Dana tersebut tak bisa seluruhnya mengandalkan APBN karena jumlahnya terbatas.

Namun, banyak pihak yang menyayangkan keikutsertaan Indonesia dalam AIIB. Pasalnya, lembaga pembiayaan infrastruktur yang ada saat ini sudah cukup banyak dan keikutsertaan Indonesia pada AIIB dinilai bukanlah hal yang mendesak  Dengan adanya lembaga baru, dikhawatirkan pengembalian pinjaman tersebut akan memberatkan Indonesia.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka