Jakarta, Aktual.co —  Plt Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM di Papua Frits Ramandey mengusulkan agar Pemerintah Kabupaten Puncak membangun komunikasi dengan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di wilayah itu karena telah menewaskan dua anggota Brimob pada Rabu (3/12).
“Saya berulang kali mengemukakan bahwa orang daerah di Pemkab Puncak punya link ke kelompok itu, ini sebaiknya bisa dijadikan jalan untuk dialog, mengajak mereka untuk tidak melakukan kekerasan di wilayah itu,” kata Frits Ramandey di Kota Jayapura, Sabtu (06/12).
Pernyataan ini disampaikan Frits Ramandey karena keprihatinnanya menyusul telah terjadi tindak kekerasan penembakan dengan pemotongan tubuh dua anggota Brimob yang sedang membantu mengangkat kursi untuk perayaan Natal daerah setempat.
“Saya pikir, pemerintah daerahlah yang paling bertanggungjawab soal peristiwa itu. Dan saya sekali lagi berkeyakinan bahwa ada orang pemerintah daerah yang punya link untuk berkomunikasi dengan KKB,” katanya.
Mengenai adanya denda adat berupa uang senilai Rp4 miliar kepada pelaku KKB dan yang ikut membantu karena telah melakukan kekerasan (membunuh) diwilayah itu sebagaimana disampaikan oleh Bupati Puncak Willem Wandik pada Jumat (5/12) siang, Frits berpendapat bahwa yang menjadi persoalannya adalah kelompok itu selalu berpindah tempat atau bergerilya dalam melakukan aksinya.
“Problemnya mereka (KKB) itu tidak di satu wilayah, mereka tidak hanya di Puncak, dalam waktu tertentu mereka ada di tempat lain. Seperti Mulia, Lanny Jaya, atau di Jayawijaya dan lainya. Jadi mereka KKB sudah bergerilya kemana-mana,” katanya.
Karena itu, Frits yang juga mantan wartawan disalah satu harian lokal Jayapura itu, mengemukakan dengan cara merangkul KKB dan kepedulian masyarakat setempat bisa dipastikan tidak lagi terjadi aksi kekerasan. “Nah, di sini masyarakat setempat juga harus proaktif, membantu pemerintah bukan malah membela kelompok tersebut. Jika itu terjadi kan sangat disayangkan, apa lagi sudah ada pernjanjian atau kesepakatan abadi tidak ada lagi kekerasan,” katanya.
“Mestinya masyarakat setempat diajak untuk berpegang pada perjanjian itu, langsung membela dan memberikan pertolongan bukan malah dibiarkan. Karena itu sebenarnya Pemda setempat, sekali lagi harus lakukan pendekatan persuasive dan itu harus diwujudkan,” tambahnya.
Pendekatan lainya juga bisa dilakukan lewat LSM, Ormas, dan pihak gereja melalui tokoh agama yang berpengaruh. “Selaian itu bersama lembaga lainya di kabupaten tersebut seperti gereja, LSM, atau struktur dibawah pemerintahan sipil itu punya peran juga, mereka ini punya kewajiban untuk membantu,” katanya.
Frits juga menekankan agar pemerintah daerah tidak saja menyerahkan hak sepenuhnya kepada TNI-Polri terkait situasi kekinian, karena bisa diprediksikan akan muncul permasalahan dan potensi korban yang baru lagi, tetapi pemerintah daerah harus jalan seiring dan mengawal kasus ini bersama aparat keamanan.
Yang berikut adalah TNI-Polri lewat sejumlah orang pilihannya bisa bangun komunikasi dengan KKB. “KKB atau orang-orang ini sebenarnya sudah dipetakan, siapa kelompoknya, dan siapa pimpinannya. Dan untuk mendukung operasi pengamanan itu diharapkan TNI-Polri tidak boleh melakukan melakukan upaya-upaya represif yang berlebihan karena itu akan mengundang persoalan baru,” harap Frits.
Pada Rabu (3/12) pagi, dua anggota Brimob Papua yaitu Aipda Thompson dan Bripda Everson dikabarkan ditembak mati dan dipotong oleh KKB Lhekaka Telenggen dan Tengahmati Telenggen. Kedua Brimob itu disergap, diserang dan ditembak ketika membantu mengangkat kursi untuk perayaan Natal daerah setempat

Artikel ini ditulis oleh: