Jakarta, Aktual.co — Ketua SETARA Institut Hendardi menyayangkan pernyataan Menkopolhukam Tedjo Edy Purdjianto bahwa penyelesaian pelanggaran HAM seperti tari poco-poco.
Pernyataan tersebut menunjukkan Menkopolhukam tidak memiliki pengetahuan cukup tentang HAM, dan prinsip tanggung jawab negara.
“Pernyataan tersebut menegaskan semakin kuatnya indikasi Jokowi akan mengingkari janjinya dalam pemajuan HAM, menghapus impunitas, dan mengadili pelanggaran HAM masa lalu, sebagaimana tertuang dalam visi-misinya,” kata Hendardi, di Jakarta, Jumat (5/12).
Patut diingat bahwa mengadili pelanggaran HAM masa lalu adalah tugas konstitusional dan legal yang melekat pada pemerintah, yang memiliki kendali pada aparat penegak hukum, siapapun Presidennya.
“Jadi keliru jika dorongan penyelesaian pelanggaran HAM itu adalah rencana pemerintahan sebelumnya. Pembentukan Pengadilan HAM adalah mandat UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM. Bahkan untuk kasus Penculikan sudah direkomendasikan oleh DPR sejak 2009 agar pemerintah membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc dan mulai memeriksa perkara penghilangan paksa tersebut,” kata Hendardi.
Dia menambahkan, pernyataan Menkopolhukam sangat melukai korban dan keluarga korban.
“Menteri Tedjo tidak paham bahwa pelanggaran HAM masa lalu itu bisa diselesaikan dengan dua mekanisme, melalui mekanisme peradilan dan diluar peradilan. Menteri sebaiknya tidak perlu banyak komentar yang terkesan asbun jika tidak paham duduk soalnya,” kata dia.
“Oleh karena itu, Presiden Jokowi perlu mengingatkan Menteri Tedjo dan sekaligus menunjukkan sikap politik Presiden atas janji tertulisnya saat musim kampanye Pilpres lalu tentang pemajuan HAM.”
Laporan: Adi Adrian
Artikel ini ditulis oleh:

















