Jakarta, Aktual.com — PT Pertamina (Persero) angkat bicara terkait kasus dugaan korupsi pengadaan enam belas mobil listrik yang menjerat Dasep Ahmadi dan Agus Suherman. Pasalnya, Pertamina merupakan salah satu perusahaan pelat merah yang membiayai pengadaan mobil tersebut.

Vice President Corporate Communication Pertamina, Wianda Pusponegoro mengakui memang Pertamina termasuk pihak yang membiayai pengadaan mobil listrik yang rencananya dipakai dalam perhelatan KTT APEC.

“Dia, kan, mobil listrik yang diadakan di KTT APEC dan jadi kendaraan operasional. Mobil ini harus punya sertifikat layak jalan. Selama berjalannya waktu sertifikatnya tidak berhasil didapatkan,” kata Wianda ketika ditemui di DPR, Jakarta, Selasa (16/6).

Akan tetapi, sambung dia, penggunaan kendaraan ini menjadi terbatas lantaran belum mendapatkan sertifikat. Selain itu, Pertamina tidak ingin mobil-mobil yang dipesan Pertamina menjadi aset yang menganggur.

Sebagai informasi, dari enam belas mobil listrik yang digunakan sebagai kendaraan operasional dalam ajang internasional itu, Pertamina memesan enam unit mobil listrik berjenis MPV. Sementara, Bank Rakyat Indonesia (Persero) memesan 4 bus dan 1 unit multi purpose vehicle (MPV) dan PT Perusahaan Gas Negara memesan 4 unit MPV. Namun, mobil-mobil tersebut malah dihibahkan kepada enam perguruan tinggi, seperti Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Brawijaya.

“Kami tidak ingin menjadi aset idle karena bisa berpotensi menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dan Kami punya perguruan tinggi yang bekerja sama. Ada beberapa perguruan tinggi negeri di sana. Setelah kami melihat, ternyata mereka membutuhkan (kendaraan) untuk penelitian dan pengembangan mobil ramah energi. Karena hanya bisa digunakan di lingkungan terbatas dan digunakan untuk penelitian, akhirnya kami berikan kepada enam perguruan tinggi itu,” kata dia.

Ketika ditanyai soal anggaran yang dikeluakan Pertamina untuk mobil listrik tersebut, Wianda enggan berkomentar lebih dengan alasan hal itu sudah masuk dalam ranah hukum.

“Takutnya saya mengganggu pemeriksaan hukum. Itu masuknya charity donation kepada perguruan tinggi. Sama seperti CSR,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka