Jakarta, Aktual.co — Kepala Tim Reformasi Tata Kelola Migas (RTKM) Faisal Basri mengatakan, berdasarkan hasil dari pertemuan pihaknya dengan PT Pertamina Energy Trading Ltd (Petral), terungkap bahwa produksi BBM di kilang Pertamina jauh lebih mahal, dibanding impor dari Singapura.

“Biaya produksi BBM di kilang minyak Pertamina itu ternyata jauh lebih mahal daripada impor. Di atas MOPS (Mean of Plats Singapore), bisa lebih mahal 10 persen dari harga impor BBM,” kata Faisal di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (17/12).

Ia menjelaskan, memang lebih murah impor BBM daripada produksi sendiri. Namun bila hal tersebut terus dilakukan, maka kilang minyak dalam negeri terancam tutup semua.

“Kalau pilih impor memang lebih hemat, tapi itu artinya kilang dalam negeri tutup semua. Energi ini bukan soal harga saja, tapi menyangkut ketahanan energi bangsa, kalau ada apa-apa misalnya harga minyak melonjak tinggi, bahaya bagi pasokan energi dalam negeri,” ujarnya.

Anggota tim RTKM Agung Wicaksono menambahkan, besarnya biaya produksi BBM ini sebenarnya penyakit yang sudah mendasar lantaran adanya kilang dalam negeri yang berpeninggalan tahun 1930.

“Jadi ini satu penyakit yang sangat mendasar dan salah satu rekomendasi tentu nanti terkait hal itu. Kilang memang harus dibangun segera, ini harus dibenahi,” ujarnya.

Lanjutnya, Pertamina sendiri saat ini sudah melakukan serangkaian rencana untuk merenovasi dan ekspansi kilang-kilang tua tersebut namun ditargetkan baru selesai pada 2025. Untuk itu Pertamina juga harus mengeluarkan biaya hingga US$25 miliar.

“Tadi kita juga bicarakan proyek itu, harapannya Pertamina bisa lebih fleksibel dan bisa menurunkan ongkos produksi secara signifikan dengan selesainya program tersebut,” tutupnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka