Jakarta, Aktual.co — Pakar Kebijakan Publik dari Founding Father House (FFH), Jack Yanda tidak menampik bila dalam pengambilan kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) lebih mengedepankan ‘sensasi’, tanpa mengukur efek yang akan terjadi di publik nantinya.
Ia mencontohkan, seperti kebijakan pemerintah untuk menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
“Ada benarnya juga (cari sensasi), seperti kasus BBM, itu dinaikan sedangkan harga minyak dunia turun. Yang tidak pernah dipikirkan oleh timnya Jokowi termasuk Jokowi itu, bahwa keuntungan yang didapatkan baru tahun depan, sedangkan pemerintah sudah menagih kepada masyarakat sekarang,” ucap dia ketika dihubungi, di Jakarta, Rabu (17/12).
Lebih lanjut, pria yang akrab disapa bang Jack ini menilai, jika sikap kepemimpinan yang ditunjukan oleh mantan gubernur DKI itu, sangat berbeda dengan gaya presiden sebelumnya.
Ia berpandangan, meski sama-sama membuat pencitraan dalam memimpin pemerintahannya, Jokowi berbeda jauh dengan pencitraan yang dilakukan oleh SBY ketika menjabat.
“Sama-sama soal pencitraanya, karena akibatnya sama, SBY juga ada yang tidak tepat juga (dalam pengambilan kebijakan) tetapi SBY pintar. Artinya, dia (SBY) berbasis riset. Kalau Jokowi ini risetnya ga ada, dia sudah menentukan sikap.”
“Sebab kebijakan itu, memang betul perlu keceptan, tetapi juga musti difikirkan dampaknya, sebaiknya by riset lah, karena sudah banyak riset itu dan banyak ahli yng sudah memberi tahu, sehingga Jokowi tidak ada alasan mengatakan saya tidak tahu,” tandasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Novrizal Sikumbang

















